AHY Kritik Perppu Cipta Kerja: Hukum Bukan untuk Kepentingan Elite!
RIAU24.COM - Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku Ketua Umum Partai Demokrat mengkritik tajam terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
AHY menilai Perppu tersebut tidak mencerminkan tujuan dibuatnya sebuah peraturan atau regulasi.
“Perppu No.2/ 2022 tentang Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi,” ujar AHY, Senin (2/1/2023) dikutip sindonews.com.
AHY juga menyentil proses penerbitan perppu yang terkesan memaksa. Tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu Cipta Kerja.
“Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui perppu. Jika alasan penerbitan perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY.
AHY menegaskan bahwa keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.
“Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” tegasnya.
AHY mengingatkan agar Indonesia jangan sampai terjerumus ke dałam lubang yang sama, lebih-lebih berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas.
“Terbukti, pasca terbitnya perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar. Janganlah kita terjerumus ke dałam lubang yang sama,” tandasnya.
Diketahui, putusan MK pada 2020 mengamanatkan UU Cipta Kerja inkonstitusional dan harus direvisi dalam waktu dua tahun.
Namun kini, bukan revisi yang dilakukan, melainkan Perppu yang dikeluarkan pemerintah agar UU Cipta Kerja tersebut tetap berlaku.
(***)