Korban Gempa Turki Marah atas Respons Lamban Erdogan
RIAU24.COM - Para korban gempa Turki dan kubu oposisi marah atas respons lamban Presiden Recep Tayyip Erdogan dan pemerintahannya terkait bencana tersebut. Selain lamban, mereka menilai bantuan pemerintah tidak mamadai.
Kemarahan semakin keras ketika Erdogan, yang menghadapi pemilu yang bersaing ketat dalam waktu tiga bulan, mengunjungi daerah yang terkena bencana untuk pertama kalinya dan mengakui beberapa masalah dengan respons awal.
Gempa hari Senin telah menewaskan lebih dari 15.000 orang di seluruh Turki tenggara dan Suriah barat laut. Gempa magnitudo 7,8 itu merusak infrastruktur dan meratakan ribuan bangunan, menyebabkan kesulitan bagi jutaan orang dan membuat banyak orang kehilangan tempat tinggal dalam cuaca yang sangat dingin.
"Di mana negara? Ke mana mereka selama dua hari? Kami memohon kepada mereka. Mari kita lakukan, kita bisa mengeluarkan mereka (korban yang tertimbun reruntuhan bangunan)," kata Sabiha Alinak, di dekat bangunan runtuh tertutup salju tempat kerabat mudanya terperangkap di kota Malatya, seperti dikutip Sindonews dari Reuters, Kamis (9/2/2023).
Sejak awal, para korban telah mengeluhkan kurangnya peralatan dan dukungan saat mereka menunggu bantuan di samping puing-puing bangunan. Mereka kekurangan keahlian atau alat yang diperlukan untuk menyelamatkan para korban lain yang terperangkap kadang-kadangmereka dapat mendengar teriakan minta tolong.
Kemal Kilicdaroglu, pemimpin partai oposisi utama, awal pekan ini mengatakan bencana itu adalah waktu untuk persatuan, bukan kritik. Namun, pada hari Rabu, dia menuduh pemerintah Erdogan gagal bekerja sama dengan otoritas lokal dan melemahkan organisasi non-pemerintah yang dapat membantu.
"Saya menolak untuk melihat apa yang terjadi di atas politik dan bersekutu dengan partai yang berkuasa. Keruntuhan ini justru merupakan hasil dari politik pencatutan yang sistematis," katanya.
"Jika ada yang bertanggung jawab atas proses ini, itu adalah Erdogan. Partai yang berkuasa inilah yang tidak mempersiapkan negara untuk gempa bumi selama 20 tahun."
Petugas penyelamat telah berjuang untuk mencapai beberapa daerah yang paling parah, tertahan oleh jalan yang hancur, cuaca buruk dan kurangnya sumber daya dan alat berat, sementara beberapa daerah tanpa bahan bakar atau listrik.
Respons Militer Nasuh Mahruki, pendiri kelompok pencarian dan penyelamatan yang aktif dalam menanggapi gempa tahun 1999 yang menewaskan 17.000 orang, mengatakan tentara tidak segera bertindak karena pemerintah Erdogan membatalkan protokol yang memungkinkannya untuk merespons tanpa instruksi.
"Saat ini dibatalkan, tugas dan tanggung jawab mereka dalam memerangi bencana dicabut," katanya kepada Reuters.
"Pada detik-detik pertama (setelah gempa 1999), Angkatan Bersenjata Turki mulai bekerja dan berada di tempat kejadian bersama orang-orang dalam beberapa jam," katanya, membandingkannya dengan situasi saat ini di mana militer harus menunggu instruksi.
“Sekarang sepertinya tanggung jawab ada di AFAD (Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat), tapi tidak siap menghadapi masalah kolosal seperti ini,” imbuh Mahruki.
Berbicara di Kahramanmaras, dekat episentrum gempa, Erdogan mengatakan: "Kami memiliki beberapa masalah di bandara dan jalan tetapi kami lebih baik hari ini." “Saya mohon jangan memberi kesempatan kepada para provokator, selain pernyataan-pernyataan terutama dari AFAD. Karena hari ini saatnya bersatu,” ujarnya.