Mengapa Sekte Sesat Marak Berkembang di Korea Selatan?
RIAU24.COM - Pada 16 April 2014, tragedi mengguncang Korea Selatan. Sebuah kapal ferry tenggelam di tengah perjalanan dari Incheon menuju Jeju.
Sebanyak 306 penumpang kebanyakan seusia murid SMA meninggal dunia dalam kecelakaan kapal terbesar dalam sejarah Korea Selatan.
Tetapi, yang jadi perbincangan setelah kecelakaan bukan soal tragedi itu saja. Pemilik kapal itu adalah Yoo-Byung-run, pendiri Sekte Penebusan, salah satu aliran kultus yang tengah naik daun kala itu.
Ia disebut merayu anak-anak remaja dengan ajaran-ajaran Kristiani yang menyimpang.
Masa Covid-19 2020
Saat Covid-19 mendera Korea Selatan pada 2020, sekte Kristiani kembali jadi sorotan. Kala itu, pemerintah Korea Selatan mengumumkan bahwa kasus Covid-19 di negara itu merebak dari perkumpulan di Gereja Yesus Shincheonji di Daegu.
Aliran itu juga mengajarkan ajaran yang dinilai menyimpang dari ajaran Kristiani. Meski begitu, pengikutnya mencapai ratusan ribu di Korea Selatan.
Sementara belakangan, tayangan film dokumenter Netflix "In The Name of God" melejit kepopulerannya sejak dirilis pada Jumat (3/3/2023). Belum ada sepekan, serial tersebut sudah menduduki Top 10 di Netflix Indonesia.
Disutradarai oleh Jo Seong-hyeon, serial tersebut mengungkapkan laporan terperinci dari penyelidikan terhadap empat pemimpin agama yang beraliran sesat.
Salah seorang pemimpin agama adalah Jeong Myeong-Seok (JMS). Namanya sangat populer di kalangan mahasiswa tahun 1980-an.
Dia mendirikan gereja dan aliran agama Kristen baru. Saat menyebarkan aliran sesatnya, JMS mendapatkan popularitas pada kelompok anak muda.
Dia menargetkan mahasiswa dari perguruan tinggi dan universitas. Untuk memikat pengikut muda, JMS mengadakan acara olahraga dan hiburan agar menarik perhatian remaja dan dewasa muda.
Namun, JMS memiliki niat yang sangat berbahaya. Dia mulai berceramah tentang dirinya sebagai Kedatangan kedua Kristus.
Ada laporan yang menyatakan JMS juga mengklaim kepada beberapa pengikut dekatnya bahwa misinya adalah melakukan hubungan seksual dengan 10 ribu wanita.
Meskipun dia mengajarkan kepada para pengikutnya untuk menjauhi perbuatan nista itu, JMS mengklaim dirinya sebagai “Adam murni.”
Universitas Santa Barbara mengidentifikasi sejumlah kriteria agar sebuah gerakan bisa disebut kultus.
Yang pertama, sekte membutuhkan pria atau wanita untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai "yang terpilih".
Yang kedua, sekte mengajarkan doktrin yang berasal dari salah tafsir Alkitab.
Khusus di Korea Selatan, kultus memilih pendekatan Korea-sentris. Kultus Kristen menafsirkan Korea sebagai tanah pilihan dan pemimpin Korea mereka sebagai mesias baru.
Karakteristik ketiga adalah memberikan peta jalan kepada pengikutnya sebagai panduan langkah demi langkah menuju jaminan keselamatan.
Keempat adalah kultus terus-menerus berusaha meningkatkan peluang keberadaan mereka.
Kultus di Korea sering berlandaskan agama Kristen, Budha, atau Shamanisme. Tidak seperti di Barat, berbagai agama hidup berdampingan dengan damai di masyarakat Korea Selatan, dan pada akhirnya, masing-masing saling mempengaruhi.
(***)