Putin Ungkap Taktik Baru Menang Perang Lawan Ukraina, Usai Dukungan Barat ke Ukraina 'Kritis'
RIAU24.COM -Perang Rusia dan Ukraina masih terus terjadi dan semakin memanas.
Laporan terbaru menyebutkan Vladimir Putin bahkan menyiapkan strategi baru untuk memenangkan pertempuran.
Mengutip Independent dan Al-Arabiya yang melansir Institute of Study of War (ISW), Kremlin kini mencoba membentuk unit penyerangan baru untuk melawan serangan balasan Kyiv.
"Rekrutmen unit baru telah dimulai," tulis media itu, Rabu (27/9/2023).
"Formasi baru ini akan menjadi bagian dari gabungan angkatan bersenjata, serta korps tentara yang baru dibentuk," tambahnya.
Unit-unit baru tersebut akan mencakup pasukan penyerang yang dirancang untuk menerobos pertahanan berlapis Ukraina.
Ada pula unit pengintai yang mampu melakukan pengintaian pada kedalaman taktis.
"Brigade akan menerima tank, kendaraan lapis baja ringan, artileri, serta berbagai macam drone," menurut keduanya mengutip media Rusia lain, Izvestia.
Angkatan Udara Rusia mengatakan operasi militer, sebutannya resmi Rusia untuk perangnya di Ukraina, memang menunjukkan perlunya memiliki unit khusus untuk menyerbu daerah yang dibentengi.
Pada tahap awal, banyak kendala yang muncul karena pesawat pengintai digunakan bukan untuk tujuan yang dimaksudkan melainkan sebagai pesawat serang.
"Karena itu, banyak spesialis berkualifikasi tinggi yang hilang," tegas Ketua Persatuan Pasukan Terjun Payung Rusia, Kolonel Valery Yuryev.
"Unit dan formasi penyerangan terpisah diperlukan. Kekhususannya adalah bahwa mereka harus dilengkapi dengan berbagai senjata api, mortir, senapan mesin, artileri kaliber besar," ujarnya lagi.
Pasukan akan dikirim ke medan terdepan perang, terutama Donbass, Ukraina Timur.
Namun masih belum jelas bagaimana pasukan baru ini akan direkrut, dilatih hingga dibentuk.
Gudang Pangan Dibom
Sementara itu, Selasa malam, Rusia dilaporkan membombardir gudang pangan dunia di Ukraina.
Ini terkait fasilitas penyimpanan biji-bijian di salah satu pelabuhan penting negeri pengekspor utama gandum hingga minyak biji bunga matahari itu.
"Musuh menargetkan infrastruktur pelabuhan dan perbatasan Sungai Donau," kata kantor kejaksaan umum Ukraina, yang menerbitkan foto-foto gudang gandum hancur dan truk-truk yang terbakar, dikutip Reuters.
"Dua pengemudi truk terluka akibat serangan itu. Lumbung, gedung administrasi, dan kendaraan pengangkut barang rusak," ujarnya.
Serangan ini merupakan yang terbaru pada fasilitas gandum dan pelabuhan sejak Juli.
Rusia sendiri telah melancarkan serangan ke ekspor pangan Kyiv setelah keluar dari perjanjian Black Sea Grain Deal (Kesepakatan Biji-Bijian Laut Hitam).
Sebelumnya, ini menjamin keamanan pengiriman biji-bijian Ukraina di Laut Hitam untuk memerangi krisis pangan global.
Pada awalnya, perjanjian yang diinisiasi Turki dan PBB itu ditetapkan untuk kurun waktu 120 hari dengan memberikan koridor maritim yang aman untuk ekspor dari Ukraina lalu diperpanjang.
Rusia keluar dengan dalih ekspor Ukraina tak tepat sasaran.
Selain itu, Rusia menganggap kesepakatan berat sebelah karena ekspor Rusia masih dikenai sanksi.
Dukungan Barat ke Ukraina "Kritis"
Di sisi lain, jajak pendapat di Eropa dan Amerika Serikat (AS) terbaru, yang dilakukan pada musim panas ini, menunjukan posisi Ukraina sedang "kritis".
Ini terkait dukungan terhadap langkah-langkah yang mendukung Ukraina, terutama dalam hal pendanaan tambahan dan pasokan peralatan militer.
"Perpecahan partisan tampaknya muncul baik di Eropa maupun Amerika dalam mendukung Ukraina," kata analis geopolitik Teneo, dikutip CNBC International.
"Pemerintah negara-negara di dunia kini berhati-hati dalam memprioritaskan politik dan kebijakan dalam negeri dibandingkan Ukraina, terutama karena pemilu akan segera tiba, termasuk negara sekutu seperti Polandia, Slovakia, dan AS," tambahnya.
Kremlin disebut "sedang mencium bau darah" merujuk pada idiom kelemahan Ukraina dan berupaya mengeksploitasi kelemahan serta perpecahan kemitraannya seiring dengan perubahan sikap masyarakat terhadap perang.
Putin disebut telah membaca ini dan mengandalkan berkurangnya dukungan Barat baik secara politik maupun militer.
Itu pun membuat sejarawan, dan penulis terkemuka Rusia, Sergei Medvedev, bersuara, mengaku khawatir dengan tekad Barat di Ukraina.
"Putin tidak diragukan lagi 'memainkan permainan jangka panjang', dan percaya bahwa waktu akan berpihak padanya, sebagaimana dibuktikan dengan rencana terbaru (Rusia) dengan menggandakan anggaran pertahanan (lagi) untuk tahun depan," kata peneliti di Foreign Policy Research Institute dan penulis "Economic War: Ukraine and the Global Conflict Between Russia and the West", Max Hess.
"Ada banyak alasan untuk berpikir bahwa potensi perpecahan di Barat adalah sesuatu yang ingin dieksploitasi, dan akan secara aktif berupaya untuk terlibat di dalamnya ... dia membutuhkan perpecahan di negara besar (sepert) Jerman, Prancis, Inggris, AS," tambahnya.
(***)