Kesaksian Pilu Perawat Lihat Momen Operasi Pasien di Gaza Tanpa Anestesi
RIAU24.COM - Kondisi rumah sakit di Jalur Gaza setelah diserang Israel semakin mengkhawatirkan. Minimnya bahan bakar untuk listrik dan obat-obatan membuat perawatan bagi pasien semakin terhambat, seperti yang terjadi di Rumah Sakit Al Shifa, Gaza. Bahkan, obat anestesi atau obat bius sudah tidak lagi tersedia. Hal ini membuat para tim medis terpaksa melakukan operasi pasien dalam keadaan sadar, tanpa dibius terlebih dulu.
Seorang perawat di rumah sakit, Abu Emad Hassanein, menyebut itu adalah salah satu momen terburuk dalam hidupnya. Kadang-kadang tim medis memberikan alternatif lain agar pasien bisa menahan rasa sakit saat menjalani pengobatan.
"Kadang-kadang kami memberi beberapa di antaranya kain kasa steril (untuk digigit) untuk mengurangi rasa sakitnya," ungkap Hassanein yang dikutip dari Straits Times, Jumat (10/11/2023).
"Kami tahu bahwa rasa sakit yang mereka rasakan lebih dari yang dibayangkan orang, melebihi apa yang dialami orang seusia mereka," katanya, yang mengarah pada anak-anak seperti gadis yang mengalami luka di kepala.
Hal ini juga yang dialami warga pria paruh baya, Nemer Abu Thair, saat datang ke rumah sakit Al Shifa untuk mengganti balutan perban dan mengoleskan disinfektan pada luka di punggungnya akibat serangan udara.
Ia mengatakan tidak diberikan obat pereda nyeri atau anestesi saat luka tersebut pertama kali dijahit.
"Saya terus mengaji (berdoa) sampai mereka selesai (operasi)."
Direktur Rumah Sakit Al Shifa, Mohammad Abu Selmeyah, mengatakan ketika sejumlah besar orang yang terluka dibawa ke rumah sakit pada saat yang bersamaan, tidak ada pilihan selain merawat mereka di lantai, tanpa obat pereda nyeri yang memadai.
Dia mencontohkan kejadian sesaat setelah ledakan di Rumah Sakit Al Ahli Arab pada 17 Oktober. Saat itu dia mengatakan sekitar 250 orang yang terluka tiba di Al Shifa, yang hanya memiliki 12 ruang operasi.
"Jika kami menunggu untuk mengoperasi mereka satu per satu, kami akan kehilangan banyak korban luka," kata Abu Selmeyah.
"Kami terpaksa melakukan operasi di lapangan dan tanpa anestesi, atau menggunakan anestesi sederhana atau obat penghilang rasa sakit yang lemah untuk menyelamatkan nyawa," bebernya.
Abu Selmeyah mengatakan beberapa prosedur yang dilakukan staf Al Shifa dalam keadaan seperti itu antara lain:
- Mengamputasi anggota badan dan jari
- Menjahit luka serius
- Mengobati luka bakar serius
Menurutnya, di saat seperti ini hanya ada dua pilihan menyakitkan bagi tim medis. Pilihannya, pasien akan menderita kesakitan atau harus kehilangan nyawanya. Dia mengatakan bahwa staf telah melakukan yang terbaik untuk meringankan rasa sakit pasien dengan obat lain yang lebih lemah, namun hal ini tidak cukup.
Hal ini juga terjadi di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, di selatan Jalur Gaza. Direktur dari RS Dr Mohammad Zaqout mengatakan ada periode awal perang ketika pasokan anestesi habis, sampai truk bantuan diizinkan masuk.
"Beberapa prosedur dilakukan tanpa anestesi, termasuk operasi caesar pada wanita, dan kami juga terpaksa mengoperasi beberapa luka bakar dengan cara yang sama," jelas Zaqout.
"Ini bukan solusi ideal bagi pasien di ruang operasi, yang ingin kami operasikan dengan anestesi penuh," pungkasnya. ***