Melihat Pilpres Terbrutal Setelah Era Reformasi
RIAU24.COM - Pendiri PolMark Research Centre Eep Saefulloh Fatah menyebut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 merupakan pemungutan suara terburuk setelah era reformasi.
Alasannya karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) dikutip dari inilah.com, Jumat 26 Januari 2024.
"Beberapa hal umum yang pertama saya menyaksikan Pak Jokowi ingin menang tetapi tidak ingin menggunakan cara demokrasi. Ini kesimpulan yang pertama. Saya bisa salah, tetapi sejauh ini itulah kesimpulan yang tepat yang bisa saya rumuskan," ujarnya.
Menurutnya, kemenangan masif yang didapatkan Jokowi mulai dari Pilkada Solo 2005 dan 2010, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 hingga Pilpres 2014 dan 2019 menunjukkan masyarakat memilihnya.
Namun, puncaknya tidak bisa dilanjutkan melalui wacana tiga periode karena terhambat aturan konstitusi.
"Saya tidak perlu berdebat tentang ini karena Pak Jokowi sudah mengakui," sebutnya.
Seharusnya, Pilpres 2024 merupakan cerminan dari Pilpres 2014 karena tidak ada capres petahana di dalamnya.
Namun, akibat keterlibatan presiden yang sangat jauh membuat posisi petahana digantikan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka.
"Ketika ingin menang tetapi tidak ingin menggunakan cara demokrasi berjalan ada yang salah dengan sistem, mekanisme, aturan insitusi politik yang kita miliki. Ini harus dibenahi," sebutnya.