Jokowi Ogah Keluarkan Keppres, Eks Mantan Ketua MK Ingatkan Negara Harus Tanggung Jawab Atas Kisruh Kadin
RIAU24.COM -Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengingatkan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait polemik kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Menurut Jimly negara harus hadir bertanggung jawab, karena keberadaannya diatur lewat undang-undang yakni UU 1/1987 dan kepengurusannya disahkan lewat Keputusan Presiden (Keppres).
Atas dasar itu, Jimly menegaskan pemerintah atau negara tak bisa lepas tangan begitu saja terhadap kisruh di internal Kadin yang terjadi akibat polemik ketua umum Arsyad Rasyid atau Anindya Bakrie.
Berdasarkan penelusuran putusan yang dimaksud yang ditelurkan MK di bawah kepemimpinan Jimly pada 2005 silam. Jimly menjabat Ketua MK dari 2003 sampai 2009.
Kemudian merujuk pada UU 1/1987 tentang Kadin pada Pasal 9 ditulis bahwa kepengurusan organisasi itu disahkan lewat Keppres. (Pasal 9 UU 1/1987).
Lalu di pasal 11 dan 12 undang-undang tersebut terdapat perintah pengawasan yang harus dilakukan pemerintah dan sanksi atas penyimpangan yang terjadi.
Menurut Jimly, ada dua jalan untuk menyelesaikan permasalahan polemik kepemimpinan Kadin itu yakni melalui dengan pengadilan atau mediasi.
Namun, ia mengimbau agar kedua belah pihak jangan mau dirusak dengan permainan politik jangka pendek.
"Kalau dia merasa diberlakukan secara tidak adil maka tentu ada pihak ketiga yang melerai melalui cabang kehakiman, bisa PTUN. Kita lihat bagaimana ini, kita serahkan pada mekanisme. Kita tidak boleh berpihak, dua-duanya dekat saya. Jadi jangan karena permainan politik jangka pendek kita bisa merusak tradisi negara berhukum dan beretika. Mungkin ada mediasi tanpa pengadilan itu juga bisa. Mediasi saja biar Arsjad tidak merasa dizalimi tapi kalau Anindya cocok juga ketua umum itu, gantian lah, cuman caranya kurang mulus, itu aja," ungkapnya.
Jimly menerangkan sewaktu masih menjabat sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK), ada ide untuk membuat Kadin tandingan yakni, Kadin UMKM dengan dasar prinsip freedom of organization atau kemerdekaan berorganisasi. Namun, dibatalkan di MK.
"Dulu ada ide membuat Kadin tandingan, Kadin UMKM, kami batalkan, tidak boleh, karena mereka berargumen Kadin ini hanya mengurusi pengusaha besar, mereka mau bikin Kadin UMKM berdasarkan prinsip freedom of organisation," kata Jimly.
Putusan MK kala itu, kata Jimly, tegas menyatakan Kadin bukan ormas, sehingga tidak tunduk pada prinsip kebebasan berorganisasi dan berserikat. Akhirnya, Kadin tandingan itu batal didirikan.
(***)