Tak Banyak yang Tahu, Ternyata Ini Mamalia yang Paling Banyak Diperdagangkan di Dunia, Termasuk Indonesia
RIAU24.COM - Mungkin tak banyak yang tahu dan paham tentang trenggiling, sosok binatang mamalia, yang jumlahnya di Indonesia saat ini terus berkurang. Siapa sangka, ternyata trenggiling adalah binatang mamalia, yang saat ini paling banyak diperdagangkan di dunia.
Tak hanya di dunia, di Indonesia kondisi serupa juga terjadi. Meski pun, memperjualbelikan trenggiling di Tanah Air adalah dilarang. Sehingga tak heran, bila saat ini sering terjadi penggagalan ekspor trenggiling yang berasal dari Indonesia.
Sejauh ini, Benua Asia adalah daerah yang permintaan akan trenggilingnya paling tinggi. Sisiknya, digunakan untuk pengobatan tradisional China. Sebab, sisik trenggiling terbuat dari keratin. Zat ini juga ditemukan pada kuku manusia. Sedangkan dagingnya, merupakan santapan mewah di Vietnam.
Kabarnya, sisik trenggiling bisa menyembuhkan sakit radang sendi, meningkatkan produksi ASI dan menjadi obat kuat untuk laki-laki. Namun, tidak ada riset ilmiah yang mendukung kepercayaan ini.
“(Sisik trenggiling) jadi bagian dari budaya mereka dan digunakan dalam lebih dari 60 produk herbal China sebagai obat,” ujar Prof Ray Jansen dari African Pangolin Working Group.
Dilansir okezone, Selasa 19 Februari 2019, kelompok ini mencatat ada 19 ribu ton sisik trenggiling yang diperdagangkan secara ilegal dari Afrika pada tahun 2016. Angka itu meningkatkan menjadi 47 ribu ton pada tahun 2017 dan menjadi 39 ribu ton pada tahun 2018.
“Ini hanya perdagangan yang berhasil kami gagalkan, hanya sekitar 10 persen dari keseluruhan perdangangan. Totalnya mendekati 390 ribu ton sisik tahun lalu,” ujarnya kepada reuters.
Indonesia masuk dalam 10 negara teratas yang terlibat dalam perdagangan tersebut. Akibatnya, setiap tahunnya Indonesia kehilangan sekitar 10 ribu ekor trenggiling. Termasuk Trenggiling Sunda (Manis javanica) yang kini sudah terancam punah.
“Ini merupakan peringatan bahwa satwa Indonesia diburu dalam skala komersial untuk memenuhi permintaan global perdagangan ilegal,” sebut Direktur Traffic Asia Tenggara, Kanitha Krishnasamy. ***