Kisah Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang Tidak Diketahui Banyak Orang
RIAU24.COM - Sebelum Serangan Umum 1 Maret 1949 terjadi, para petinggi TNI di Yogyakarta melakukan beberapa pertemuan penting.
Dalam pertemuan itu, mereka membicarakan persiapan penyerangan besar-besaran yang sedang diagendakan.
Senin, 21 Februari, Komandan Wehrkreise III mengadakan pertemuan dengan Komandan SWK 101. Lalu menyusul rapat-rapat rahasia, yang berbagai pihak -seperti wakil pemerintah kotapraja, wakil gabungan rukun kampung, dan berbagai komandan dari berbagai sektor lain- turut terlibat.
Kemudian, 26 Februari 1949 pertemuan kembali digelar di rumah Atmonadi di Jalan Kadipaten Lor pukul 20.00. Mereka yang ikut rapat adalah Amir Martopo, Komandan WK III, dan komandan-komandan lain. Lalu terakhir, izin kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX serta meminta pertimbangan-pertimbangannya.
Selain mengadakan rapat, pihak TNI juga mengirim para intelejennya. Para intelejen yang dikirim berasal dari satuan tempur SKW 101. Mereka pun akhirnya berhasil mengumpulkan informasi dan menyimpulkannya.
Setelah laporan intelejen didapat oleh Komandan Brigade 10 Wehrikreise III Divisi III, persiapan perang ‘pun digarap dengan semakin matang. Dari hasil kesepakatan bersama, pertempuran akan dilaksanakan pada Hari Selasa, 1 Maret 1949.
Tapi sebelum hari itu, ternyata pertempuran sudah terjadi. Memang tak semua TNI yang turun. Hanya pasukannya Komarudin dan para tentara yang berada di Desa Giwangan. Ternyata, Komarudin salah mengingat tanggal. Dia menyangka sudah tanggal 1 Maret saat menyerang. Padahal hari itu baru, 28 Februari. Begitupun dengan para tentara yang berhasil menduduki Desa Giwangan, Yogyakarta bagian timur itu.
Waktu itu, jam menunjukkan pukul 06.00 pagi. Sirine penanda berakhirnya malam berbunyi. Komarudin memerintahkan pasukannya menembak ke arah musuh. Saat itu dia dan para tentara gerilyanya sedang berada di sekitar Kantor Pos Besar dan Alun-alun Lor. Serang bertubi-tubi terus dilancarkan ke pihak Belanda. Belanda pun dengan tanknya terus menyerang balik pasukan Komarudin. Mereka menembaki Sekolah Keputran. Karena, di sana pihak tentara gerilya pasukan Komarudin banyak berlindung.
Setelah agak lama bertempur, Komarudin merasa ada yang janggal. Sebab, tak pasukan lain yang ikut membantunya. Padahal rencana awalnya seingat dia akan ada perang besar-besaran. Kenapa hanya pasukan Komarudin saja yang bertempur.
Tak lama kemudian, Letnan Gideon dan Sersan Suyud menghubungi Komarudin. Mereka berdua memberitahukan kepada Komarudin bahwa dia salah tanggal. Komarudin pun langsung mengambil langkah cepat untuk menarik pasukannya.
Pasukannya pun langsung mundur dan tercerai berai ada yang berlindung ke Masjid Kauman, Taman Sari, Gondomanan, dan Sekolah Dasar Keputran. Pertempuran yang salah tanggal itu memakan korban baik dari pihak Belanda maupun Gerilya. Yang gugur yang dari pihak TNI adalah Sersan Mayor Muhamad, Sersan Subani, dan Prajurit Munir.
Selain Komarudin, pihak gerilya yang juga salah tanggal ada lagi yakni para tentara yang berhasil menduduki Desa Giwangan. Mereka melakukan pertempuran pada sore hari, pukul 06.00. Seharusnya esok paginya, pukul 06.00 1 Maret. Tapi mereka malah melakukannya pada 28 Februari sore. Mereka yang menjadi korban dalam pertempuran itu adalah 2 orang TNI, Sukro dan Sudarsono (SOESKOAD, Cet V, 1992).
Demikian kisah-kisah undercover yang terjadi selama Serangan Umum 1 Maret 1949. Ternyata di dalamnya, ada sedih dan juga ada yang lucu