Ini Sindiran Tajam Rocky Gerung Terkait Informasi Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi
RIAU24.COM - Sindiran tajam dilontarkan akademisi Rocky Gerung, terkait pertumbuhan ekonomi era Presiden Joko Widodo (Jokowi). Setelah membandingkan pertumbuhan ekonomi era presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Rocky menilai pertumbuhan ekonomi saat ini yang disebut pemerintah, adalah penipuan yang sistematis.
Sindiran itu dilontarkannya saat mengisi diskusi Politik Sehat Politik Berakal Muda Berkarya untuk Indonesia, di Denpasar, Bali, Sabtu 9 Maret 2019 kemarin.
"Ekonomi kita tumbuh 5,1 persen baik atau buruk? Ada yang bilang baik bila ekonomi sebelumnya 3 persen. Selama bapak SBY 10 tahun memimpin angka pertumbuhan ekonominya 6,1-6,2-6,3 masa iya lebih bagus daripada 5,3? Ini disebut sebagai penipuan-penipuan sistematis!" tegasnya.
Tak hanya itu, Rocky kemudian memaparkan soal promosi kelebihan pasokan listrik yang digaungkan pemerintah saat ini. Rocky menuding promosi itu palsu dan menduga ada pemilik industri besar yang hengkang dari Indonesia.
"Sekarang ada promosi baru bahwa kelebihan pasokan listrik, kita kaget , kapan dibangun power land tiba-tiba ada kelebihan listrik dengan akal sehat kita mengerti, pasti Jawa kelebihan pasokan karena industri besar pemakai listrik hengkang dari Jawa maka ada kapasitas yang tidak terpakai. Itu sama dengan mengatakan ada rumah kos yang klaim bulan ini kami kelebihan listrik, loh kenapa kelebihan listik ya karena anak kosnya sudah pulang nggak dipakai lagi, sama," urainya, dilansir detik.
Rocky menyebutkan, banyak penipuan yang diduga dilakukan oleh pemerintah. Karena itu, ia mengaku tak pernah percaya dengan data-data statistik yang dikeluarkan pemerintah.
"Jadi ada banyak penipuan terjadi tanpa penjelasan apa dasarnya dan saya mengkritik itu supaya tidak dibungkam dengan cara bodoh oleh statistik oleh infografis macam-macam. Kalau ada yang mengatakan misalnya tidak ada kesenjangan di antara kita, sering saya terangkan, yang bilang dilaporkan pemerintah kepada publik yang namanya gini rasio, indeks gini itu tentang spending future tentang pengeluaran orang, bukan pemasukannya," tuturnya.
Ia kemudian mengibaratkan pengeluaran antara dirinya sebagai dosen, dengan mahasiswa dan pemilik industri besar dengan uang Rp10 ribu. Rocky menyontohkan uang Rp10 ribu dia gunakan untuk membeli pisang ambon, sedangkan mahasiswanya untuk makan siang satu kali. Sedangkan bagi pemilik industri besar, uang sebesar itu paling hanya untuk membeli vitamin saja.
"Tapi dompet saya dan dompet mahasiswa dan dompet kita semua digabung, nggak ada apa-apanya dengan dompet sponsor politik ecek-ecek itu. Di situ terjadi ketidakwarasan statistik," tegasnya lagi. ***