Menu

Sindir Kartu Sakti Jokowi, Rizal Ramli Sebut Solusi Receh Seperti Jualan Lolipop

Muhammad Iqbal 21 Mar 2019, 09:00
Ekonom Senior, Rizal Ramli
Ekonom Senior, Rizal Ramli

RIAU24.COM - Memasuki musim Pilpres 2019, capres petahana Joko Widodo kembali membagikan kartu sakti. Ada tiga kartu yang dibanggakan dia itu seperti, Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk kuliah, Kartu Sembako Murah, dan Kartu Pra Kerja.

Menurut ekonom senior DR Rizal Ramli, kartu-kartu sakti Jokowi itu hanya sebatas solusi recehan yang tidak akan tidak menyelesaikan masalah secara komprehensif.

Dia juga menganggap Jokowi layaknya sedang jualan permen lolipop, yang manisnya menggiurkan tapi tidak mampu menyelesaikan dalam bidang pendidikan dan lapangan kerja.
xcv1

"Bagaikan jualan permen lolipop, kartu-kartu itu hanya pemanis yang menggiurkan. Apalagi pembiayaannya tidak jelas," kata mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid yang dilansir dari Rmol.co, Rabu 20 Maret 2019.

Pria yang disapa RR itu juga mempertanyakan pembiayaan kartu sakti Jokowi itu. Hal ini mengingat tax ratio Indonesia berada di garis terendah, yakni hanya berkisar 10 hingga 11 persen. Artinya, untuk membiayai kartu itu Indonesia dapat dipastikan akan menggunakan dana pinjaman asing.

"Masak mau pinjam untuk pesta bagi-bagi kartu. Kami khawatir pesta kartu ini hanya permen lolipop untuk memenangkan Pak Widodo kembali," katanya lagi.

Meski mengkritik, RR pun memberi saran. Dia menguraikan bahwa kualitas pendidikan yang rendah hanya bisa diperbaiki dgn penyederhanaan kurikulum, penghapusan Ujian Nasional (UN), strategi kompetisi nasional, dan perbaikan kualitas guru.

zxc2

"UU Land Grant dan bebas pajak universitas," ujar mantan Menko Kemaritiman tersebut.

Terkait pembukaan lapangan kerja, RR menilai hal itu tidak akan terjadi jika pertumbuhan ekonomi mentok di angka 5 persen seperti tiga tahun terakhir. Untuk itu pemerintah harus mampu menaikkan pertumbuhan ekonomi rata-rata 8 persen agar lapangan pekerjaan terbuka lebar.

"Berdasarkan track record, Jokowi tidak punya kemampuan dan sulit dipercaya bisa naikkan ekonomi ke 8 persen. Karena kebijakan makronya super konservatif,” demikian Rizal Ramli.