Mengenal Lebih Dekat Balai Kerapatan Tinggi Siak, Saksi Bisu Kekuasaan Kerajaan Siak
RIAU24.COM - SIAK - Bangunan ini berada di lima puluh meter ke arah Barat dari Masjid Syahabudin. Berdiri kokoh dengan kolom-kolom berukuran sepeluk manusia dewasa, kolom-kolom di bangunan ini perpaduan antara kolom bergaya Ionic, Yunani sebagai kolom utama dan kolom kayu berukuran kecil.
Bangunan ini dibangun dengan langgam Bangunan ini berada di lima puluh meter ke arah barat dari Mesjid Syahabudin. Berdiri kokoh dengan kolom-kolom berukuran sepeluk manusia dewasa, kolom-kolom di bangunan ini perpaduan antara kolom bergaya Ionic, Yunani sebagai kolom utama dan kolom kayu berukuran kecil.
Bangunan ini dibangun dengan langgam Indische Empire Style atau Neo klasik, pada zamannya kegiatan yang berlangsung di bangunan ini adalah penobatan raja, musyawarah pembesar kerajaan, dan persidangan.
Aliran neo klasik adalah sebuah aliran arsitektur yang berkembang di Indonesia pada zaman Hindia Belanda, aliran ini dikenalkan oleh Gubernur Hindia Belanda yang ke-36, Maarschalk en Gouverneur Generaal Herman William Daendels yang memerintah dari tahun 1808 sampai dengan 1811.
Bangunan dua lantai ini dibangun pada tahun 1886, tiga tahun setelah gunung Krakatau meletus di Selat Sunda, di bawah pemerintahan Sultan Hassim Abdul Jalil Saifuddin, sultan yang kesebelas dari sebuah kerajaan yang dahulunya adalah kerajaan besar di Pesisir Timur Sumatra.
Bangunan ini bernama Balai Kerapatan Tinggi. Salah satu bangunan yang berumur lebih dari seratus tahun di kota Siak. Balai kerapatan tinggi dibangun dengan cara gotong-royong yang melibatkan penduduk yang mendiami wilayah Datuk Empat Suku, yaitu Datuk Suku Tanah Datar, Datuk Suku Pesisir, Datuk Suku Lima Puluh, dan Datuk Suku Kampar.