Warisan disiplin lalu lintas di Bumi Lancang Kuning
Usai melapor, Widiya melanjutkan perjalanannya menuju Rumbai Country Club sebuah gedung yang sering digunakan tempat pertemuan, letaknya agak jauh ke dalam kompleks. Dengan sedikit keberanian karena jalanan nampak lengang, Widiya melaju seolah tak peduli dengan tanda rambu-rambu lalu lintas di sekitarnya. Tanpa disadari, motornya yang dinaikinya hampir menyusul mobil yang lebih dahulu masuk saat ia di pos tadi.
Namun tiba-tiba gundukan polisi tidur yang melintang di jalan dan memaksanya mengendorkan genggaman tangan kanannya untuk menurunkan kecepatannya. Widiya tersadar dan melihat tidak jauh di tepi jalan tampak ada papan elektrik bertuliskan angka digital yang nilainya bergantian antara 45 hingga 50.
Cukup lama Widiya berpikir guna memahami apa arti angka digital yang muncul di layar tersebut. Ternyata itu adalah mesin digital penunjuk kecepatan kendaraan yang melintas di dekatnya atau radar batas kecepatan.
"Artinya motor saya melaju melebihi dari aturan rambu-rambu yang diperingatkan di awal masuk tadi, 40 km per jam," ujar Widiya malu-malu.
Diakuinya, ini pengalaman pertama merasakan situasi berlalulintas yang berbeda di Riau, khususnya Kota Pekanbaru, dan hanya ditemukan di kawasan Chevron. Di mana semua kendaraan melintas dengan tertib tidak ada yang melebihi kecepatan, bahkan nyaris tidak ada yang berani saling mendahului, seperti yang biasa terjadi di jalan raya pada umumnya.