Begini Hebohnya Ketika Bandara Sultan Hasanuddin Tiba-tiba Dilanda 'Tsunami'
RIAU24.COM - Suasana di Bandara Internasional Hasanuddin di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, sempat menjadi heboh dengan tiba-tiba, pada Rabu 2 Januari 2019 kemarin. Hal itu setelah Bandara itu tiba-tiba dilanda 'tsunami'.
Namun jangan salah, tsunami di sini bulanlah gelombang laut yang sebenarnya, melainkan kumpulan awan hitam berbentuk gelombang tsunami. Kumpulan awan itu tiba-tiba saja muncul di atas langit Bandara sehingga langsung mencuri perhatian penumpang dan petugas di Bandara. Mereka pun mengabadikan momen langka itu tepat di atas area landasan parkiran pesawat.
Menurut salah seorang petugas maskapai penerbangan, Muhammad Fajrin, fenomena awan langka yang menyerupai ombak besar terjadi sekira pukul 08.00 WITA.
"Kejadian itu terjadi sekira pukul 08.00 pagi WITA. Kebetulan saya masuk pagi tadi, kondisi cuaca di atas wilayah bandara itu sempat gelap tapi saya kira hanya hal yang biasa," lontarnya kepada wartawan, Kamis 2 Januari 2019, dilansir okezone.
Namun, setelah dilihat lebih dekat, awan itu mirip ombak besar yang menggulung naik ke permukaan daratan. Tak hanya itu, awan yang bergerak dari arah selatan ke utara itu juga membawa hujan gerimis.
"Saya melihat proses terjadinya awan membentuk ombak itu karena dorongan angin. Saya mengarah ke pesawat untuk melihat kumpulan awan yang menyerupai ombak, tepat di atas area parkiran pesawat," tambahnya lagi.
Menurutnya, awalnya hanya mendung biasa, cuacanya gelap sekali, tidak lama berselang, angin cukup kencang dan terbentuk awan ombak yang bergerak seperti berjalan.
"Awan bergerak itu terjadi mungkin selama 10 sampai 15 menit sebelum awannya terbongkar. Tapi ada beberapa pesawat yang berputar-putar di atas atau holding sebelum melakukan pendaratan," ungkapnya.
Tak Mengganggu
Terpisah, General Manager AirNav kantor cabang MATSC, Novy Pantaryanto, mengatakan, keberadaan awan mirip tsunami itu tidak menganggu penerbangan. Namun ia mengakui ada beberapa pesawat harus bertahan di atas sebelum mendarat.
"Lima pesawat tertahan untuk melakukan pendaratan tadi pagi (kemarin). Pesawat melakukan holding karena jarak pandang untuk mendarat berkurang sampai dengan 500 meter. Di mana, jarak pandang minimal untuk pendaratan di SHIAM itu 800 meter," ujarnya.
Dijelaskan Novy, holding untuk melakukan pendaratan itu merupakan hal yang lazim dalam dunia penerbangan. Di mana, sampai pada batas tertentu pilot akan memutuskan apakah tetap holding atau menuju bandara alternatif. ***