DPR Masih Godok Soal Pembubaran OJK
RIAU24.COM - JAKARTA- Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga menyebutkan, ada kemungkinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibubarkan. Sehingga fungsi pengawasan dikembalikan ke
Bank Indonesia (BI) dan Bapepam-LK.
Hal ini sebagaimana masalah yang timbul di industri keuangan yang mencuat beberapa waktu terakhir. Seperti Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, PT Asuransi Jiwasraya (Persero), hingga PT Bank Muamalat Tbk.
zxc1
"Terbuka kemungkinan (dikembalikan fungsi pengawasan lembaga keuangan ke BI dan Kementerian Keuangan). Apa memungkinkan dikembalikan ke BI? Bisa saja. Di Inggris dan di beberapa negara sudah seperti itu," ungkap Eriko saat dikonfirmasi wartawan, Jakarta, Rabu (22/01/2020).
Untuk itu, kata Eriko, akan ada evaluasi oleh DPR melalui panitia kerja (panja) yang akan dibentuk oleh Komisi XI DPR mengenai kinerja industri jasa keuangan.
zxc2
Namun, Eriko menegaskan, munculnya sejumlah persoalan di sektor keuangan tidak serta merta harus OJK yang dipersalahkan.
"Teman-teman internal bicara pemisahan dilakukan untuk pengawasan yang lebih baik. Nah, ternyata hasilnya tidak maksimal. Tapi kan kami tidak bisa menyalahkan begitu saja," terang Eriko.
Saat ini, DPR sedang menyusun program legislasi nasional (prolegnas) saat ini. Eriko menyebutkan, ada beberapa UU seperti UU tentang BI dan UU OJK yang masuk ke dalam kantong revisi.
"Nanti kami akan mulai masuk ke perubahan UU BI dan UU OJK," jelasnya.
Diketahui, Jiwasraya sedang menjadi perhatian publik. Perusahaan menunggak pembayaran klaim jatuh tempo sebesar Rp802 miliar untuk produk saving plan per Oktober 2018. Hal ini dikarenakan perusahaan mengalami masalah likuiditas.
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) mengendus dugaan korupsi di Jiwasraya. Lembaga itu juga sudah menangkap lima tersangka yang tersangkut kasus dugaan korupsi di Jiwasraya.
Persoalan keuangan sebelumnya melanda AJB Bumiputera. Hal itu berawal dari 2010 lalu, di mana kemampuan AJB Bumiputera dalam memenuhi kewajibannya, baik utang jangka panjang maupun jangka pendek alias solvabilitas hanya 82 persen.
Ini artinya, AJB Bumiputera tidak bisa mematuhi amanat Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 504 Tahun 2004 tentang solvabilitas perusahaan asuransi yang mencapai 100 persen. Pada 2012 lalu, jumlah aset yang dimiliki hanya Rp12,1 triliun, tapi kewajiban perusahaan tembus Rp22,77 triliun.
Kemudian, Muamalat kini sedang mencari investor baru untuk menambah permodalan perusahaan. kinerja keuangan Bank Muamalat semakin merosot pada semester I 2019. Laba bersih perusahaan anjlok hingga 95,09 persen menjadi Rp5,08 miliar dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp103,73 miliar. (R24/Bisma)