Pandemi Virus Corona Membuat Korban Kerusuhan di Delhi Terpaksa Mengungsi Hingga Dua Kali, Terpaksa Hidup Dalam Lingkungan yang Mengerikan
RIAU24.COM - Tiga lampu yang baru dipasang gagal menerangi reruntuhan rumah Jameela Begum yang terbakar. Dindingnya sangat hitam karena jelaga, ini adalah tempat yang dia sebut rumah selama 18 tahun sebelum kekerasan agama di ibu kota India meletus pada bulan Februari.
"Anda masih bisa menghirup abu di udara. Ini dalam kondisi yang tidak memungkinkan," kata Jameela, 55, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Pada 23 Februari, lingkungan Jameela di timur laut Delhi dirusak oleh kekerasan terburuk yang disaksikan ibukota dalam beberapa dekade, yang menewaskan sedikitnya 53 orang. Kekerasan itu terjadi di tengah protes atas undang-undang kewarganegaraan baru yang kontroversial, yang menurut para kritikus melanggar konstitusi sekuler India dan ditujukan untuk semakin meminggirkan minoritas Muslimnya.
Lusinan orang, termasuk sejumlah besar Muslim, telah ditangkap karena kekerasan. Setelah kerusuhan itu, keluarga Jameela yang beranggotakan delapan orang terpaksa pindah ke sebuah kamp bantuan yang didirikan di Idul Fitri (lahan di mana sholat Idul Fitri diadakan), bersama dengan 600 orang lainnya.
Pada 24 Maret, Perdana Menteri India Narendra Modi mengumumkan penguncian nasional dan mendesak orang untuk tinggal di rumah untuk mencegah penyebaran pandemi virus corona. Segera setelah pengumuman itu diberlakukan pada hari berikutnya, kamp bantuan Eidgah dibersihkan dan penduduknya diusir secara paksa.
"Pihak berwenang mengatakan kami merasa terlalu nyaman. Dua hari terakhir di kamp, kami diberitahu bahwa mereka tidak memiliki persediaan makanan penting untuk memberi makan kami karena dikunci," kata Jameela kepada Al Jazeera.