Terpidana Korupsi Bailout Bank Century Ajukan PK
RIAU24.COM - JAKARTA- Terpidana kasus korupsi bailout Bank Century, Budi Mulya mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasinya.
Hal itu terlihat dalam situs resmi epaniteraan Mahkamah Agung (MA), Jumat (11/9/2020), mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) mendaftarkan PK nya dengan nomor 113 PK/Pid.Sus/2020 dan diajukan lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
zxc1
Adapun nomor Surat Pengantar yakni, W10.U1/42/HK.05.1/2020.03. Berkas memori PK itu masuk di Kepaniteraan MA pada 24 Februari 2020 dan telah didistribusikan pada 13 Maret 2020.
Budi Mulya sendiri ditangkap KPK pada 2013. Di pengadilan ia dinyatakan terbukti terlibat dalam kasus korupsi Bank Century saat menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter tahun 2007.
zxc2
Ia divonis dengan hukuman penjara
10 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Juli 2014. Enam bulan kemudian, pada Desember 2014 Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis Budi Mulya menjadi 12 tahun penjara.
Setelahnya, pada 2015, MA mengabulkan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, dengan kembali memperberat vonis Budi menjadi 15 tahun penjara dan denda senilai Rp 1 miliar. Putusan itu lebih berat dari vonis banding sebelumnya.
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa ini terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis hakim agung yang mengadili kasasi itu-- Artidjo Alkostar, M Askin, dan MS Lumme--sepakat menilai Budi yang menyetujui penetapan PT Bank Century Tbk sebagai bank gagal yang berdampak sistemik yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, dapat dikategorikan sebagai tindak korupsi.
Perbuatan tersebut terbukti memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Oleh karena ulah Budi itu, Century kemudian menerima pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) yang disetujui Deputi Gubernur BI. Belakangan, kebijakan itu justru disebut telah merugikan negara senilai Rp8,012 triliun sejak penyetoran Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada 24 November 2008 hingga Desember 2013.
Perbuatan tersebut dilakukan tak hanya seorang diri. Ikut terseret dalam amar putusan Budi, sejumlah deputi gubernur lainnya antara lain Siti C Fadjriah dan mantan Wakil Presiden Boediono, meskipun belakangan nama terakhir lolos dari jerat hukum.