Amril : Saya Tak Gunakan Uang Dari Bos PT CGA, Uang 1,9 Miliar Itu Hasil Usaha
RIAU24.COM - Sidang dugaan tindak pidana korupsi yang membuat Bupati Bengkalis Non Aktif, Amril Mukminin menjadi pesakitan kembali digelar, Kamis, 17 September 2020 kemarin.
Dalam sidang itu, Amril menjelaskan terkait uang sebesar Rp5,2 miliar dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dan uang senilai Rp1,9 miliar yang kini telah disita pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam sidang secara virtual tersebut, Ia mengaku menerima uang Rp5,2 milyar dari PT Citra Gading Asritama (CGA) terkait proyek jalan Duri-Sei Pakning. Namun, uang itu tidak pernah digunakannya dan sudah dikembalikan ke penyidik KPK.
Terangnya, uang itu disimpan ajudannya, Azrul Nur Manurung. Setelah itu, mantan anggota DPRD Bengkalis ini meminta Azrul tak lagi menerima uang.
Kepada Ketua Majelis Hakim, Lilin Herlina SH, Amril menyatakan tidak pernah meminta uang, meskipun PT CGA menawarkan komitmen fee. Dia hanya meminta perusahaan mengerjakan jalan itu dengan baik.
"Namun saya khilaf, itu kekhilafan saya," kata Amril ketika ditanya kenapa akhirnya menerima uang itu dalam sidang digelar secara daring itu.
Diakuinya, dirinya pernah ditemui bos PT CGA, Ihsan Suaidi, ketika dirinya terpilih sebagai Bupati Bengkalis. Pertemuan itu terjadi di Kopi Tiam Pekanbaru. Ihsan menyebut proyek itu harus dikerjakan karena ada putusan Mahkamah Agung.
Tak sampai disitu, pertemuan itu berlanjut di Plaza Indonesia Jakarta. Usai pertemuan, Ihsan memberikan uang Rp1 miliar dalam bentuk Dollar Singapura, lalu diberikan Amril kepada ajudannya untuk disimpan.
Setelahnya, Amril berurusan dengan karyawan PT CGA, bernama Trianto. Ada beberapa kali pertemuan, baik itu di Medan, Sumatra Utara ataupun di rumah dinas bupati. Namun Amril menyatakan tak pernah menyinggung soal uang.
Belakangan, Azrul sebagai ajudan Amril berhubungan dengan Trianto dan beberapa kali menerima uang. Semua pemberian itu dilaporkan kepada Amril dan Azrul disuruh menyimpan dulu.
"Totalnya Rp5,2 miliar, saya minta ketika Azrul resign dan setelah itu serahkan ke KPK tanpa pernah saya pakai," tuturnya.
Amril menyebut uang dikembalikan setelah KPK mulai mengusut penyimpangan sejumlah proyek di Bengkalis. Kala itu, Amril mengaku bingung karena telah menerima uang tersebut meskipun berkaitan antara proyek dan jabatannya.
Sementara, KPK juga menyita uang Rp1,9 miliar dari rumah dinas mantan kepala desa di Negeri Sri Junjungan itu. Kepada hakim, Amril menjelaskan bahwa uang itu merupakan hasil usahanya di luar jabatan.
"Uang itu saya kumpulkan dari usaha sawit yang saya simpan untuk membantu anak yatim," tegas Amril.
Terkait dakwaan menerima gratifikasi dari pengusaha sawit, Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan Adyanto sebesar Rp10.907.412.755, Amril menyatakan itu murni usahanya sawit. Uang itu diterima berdasarkan perjanjian pada tahun 2014 hingga 2019.
Tuturnya, di tempat kelahirannya di Kecamatan Pinggir ada belasan perusahaan sawit. Saat itu, Amril mengaku sudah menjadi pengepul sawit masyarakat untuk dimasukkan ke perusahaan.
Karena pekerjaannya ini, apalagi saat itu Amril juga sebagai anggota DPRD, Jonny Tjoa dan Adyanto datang kepada dirinya. Kedua pengusaha itu ingin Amril mengajak masyarakat memasok sawit ke perusahaan.
"Datang sendiri keduanya, kemudian ada perjanjian dan kesepakatan bersama tanpa paksaan di bawah notaris," ulas Amril menjawab pertanyaan majelis hakim dan Jaksa KPK, termasuk kuasa hukumnya, Asep Ruhiat.
Perjanjian bisnis itu juga memberikan Amril Rp5 per kilogram sawit yang masuk ke perusahaan. Uang itu dikirim setiap bulan, baik itu tunai ataupun transfer.
"Kalau terlambat tidak pernah saya tanya karena ada perjanjiannya," terangnya.
Untuk sawit masyarakat yang masuk ke perusahaan, Amril menyerahkan pencatatanya kepada seseorang di Kecamatan Pinggir. Sesekali, Amril juga pernah mengecek ke perusahaan.
Setiap pemasukan dari perjanjian ini selalu dilaporkan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
"Setiap tahun ada LHKPN, ada rinciannya," tandasnya.