Akan Menandai Rumah Penderita COVID-19 Dengan Stiker Isolasi, Pemerintah Kota Jakarta Tuai Reaksi Beragam
RIAU24.COM - Pemerintah Jakarta telah mengumumkan rencananya untuk menempelkan stiker di rumah-rumah warga yang saat ini mengisolasi diri. Tri Yunis Miko Wahyono, ahli epidemiologi Universitas Indonesia, mengatakan stiker tersebut akan segera menginformasikan kepada petugas di lingkungan sekitar tentang status kesehatan orang yang tinggal di rumah yang ditandai. “Menurut saya, penggunaan stiker itu penting untuk menginformasikan kepada orang lain tentang status kesehatan penghuni yang tinggal di rumah tersebut,” kata Tri, Selasa, seperti dikutip tempo.co, seraya menambahkan bahwa hal itu akan memperingatkan orang lain yang berencana mengunjungi rumah tersebut.
Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa mengisolasi diri di rumah tidak akan mudah, meskipun memungkinkan.
Persyaratan termasuk rumah yang memiliki kamar mandi khusus untuk pasien COVID-19. “Menempelkan stiker tidak berarti [pemerintah mempermalukan penghuni rumah, tetapi hanya memberi tahu orang-orang di sekitar rumah itu untuk tetap waspada,” tambahnya. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan penggunaan stiker penandaan rumah sejalan dengan Peraturan Gubernur Nomor 980/2020 tentang pengelolaan isolasi untuk penanganan COVID-19.
Dia mengatakan aturan itu dibuat untuk membantu petugas merawat pasien yang mengisolasi diri, dan untuk memberi tahu orang-orang di sekitar pasien. "Penting untuk memberi tahu petugas dan lingkungan sekitar bahwa ada warga yang melakukan isolasi sendiri di rumah mereka," kata wakil gubernur dalam sebuah pernyataan pada 1 Oktober, menurut kompas.com.
Namun, rencana tersebut juga menuai pertentangan. Ombudsman Jakarta mengatakan penandaan rumah dapat menyebabkan stigmatisasi pasien COVID-19 tanpa gejala yang mengisolasi diri di rumah mereka. “Orang mungkin menjauhi mereka,” kata Ketua Ombudsman DKI Jakarta Teguh Nugroho kepada tempo.co pada 2 Oktober.
Dia menyarankan pemerintah meningkatkan peran RT dan RW untuk membantu mengawasi warga yang mengisolasi diri di rumah. alih-alih menandai rumah mereka. “Biaya menyuruh petugas RT dan RW untuk melakukan pekerjaan itu lebih murah daripada menyewa kamar hotel [untuk pasien asimtomatik] atau mengirim mereka ke rumah sakit,” tambahnya.
Lebih lanjut Teguh mengatakan, keputusan Jakarta mendukung isolasi mandiri di rumah karena biaya yang terlalu tinggi untuk mengirim mereka ke hotel dan rumah sakit. Arus kas Jakarta akan buruk jika semua pasien dikirim ke hotel dan fasilitas pemerintah, tambahnya.
Sementara itu, pusat-pusat isolasi mandiri di seluruh ibu kota sudah mulai terisi karena jumlah kasus COVID-19 terus meningkat. Menanggapi hal tersebut, Pemprov DKI telah menyiapkan lokasi lain sebagai pusat isolasi mandiri yang dapat digunakan secara gratis. Pusat isolasi di menara 4 dan 5 bekas perkampungan atlet di Kemayoran - sekarang menjadi rumah sakit darurat untuk pasien COVID-19 di Jakarta Pusat - saat ini menampung 1.984 pasien dari kapasitas 3.116, tempo.co melaporkan, Jumat.
Sementara itu, U Stay Hotel Mangga Besar di Jakarta Barat dan Ibis Style Hotel Mangga Dua di Jakarta Pusat, yang diubah menjadi pusat isolasi pada 27 September, telah kehabisan kamar kosong untuk menampung pasien COVID-19 yang bergejala dan asimtomatik. Kedua hotel tersebut masing-masing menampung 140 dan 212 orang.