Menu

Utang RI Mencekik, SBY Minta Proyek Strategis Ditunda

Riko 8 Jan 2021, 16:35
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) (net)
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) (net)

RIAU24.COM - Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti pembiayaan utang negara yang mencapai 40 persen dari total belanja negara. Jumlah itu kata SBY terlalu jumbo dan memberatkan keuangan negara.

Ia mengatakan jika uang negara yang digunakan untuk membiayai utang begitu besar, maka berapa yang bisa tersedia untuk hal-hal lain. Misalnya, belanja pegawai, belanja rutin, belanja modal, dan pembangunan.

"Betapa beratnya ekonomi jika misalnya 40 persen lebih belanja negara harus dikeluarkan untuk membayar cicilan dan bunga utang," tulis SBY di akun Facebook SBY, yang dikutip Jumat (8/1), 

Menurutnya, pemerintah jangan melulu berlindung pada persentase debt to GDP ratio atau rasio utang terhadap PDB yang masih dianggap aman karena belum lebih dari 60 persen dari PDB. Sebab, persoalannya bukan pada rasio utang terhadap PDB.

"Persoalannya terletak pada kemampuan pemerintah untuk membayar utang itu (capability to pay) yang dirasakan sudah sangat mencekik," terang SBY.

Untuk itu, SBY menilai masalah utang negara ini sudah sangat serius. Pemerintah harus menyusun langkah untuk mengatasi persoalan tersebut.

Cara paling sederhana, kata SBY, adalah dengan mengurangi defisit anggaran. Ia menyarankan agar pemerintah mengurangi belanja negara di tengah minimnya penerimaan akibat pandemi covid-19.

"Kalau tahu penerimaan jauh berkurang karena pemasukan dari pajak juga terjun bebas, ya kendalikan pembelanjaan negara," tutur SBY.

Konsekuensinya, pemerintah mau tak mau harus menunda proyek dan pengadaan strategis yang tidak bersifat urgensi. Jangan sampai, pemerintah menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 sebagai alasan untuk tak ketat menggunakan anggaran.

UU tersebut berisi tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi UU. Dalam beleid itu, angka defisit tidak dibatas sebesar 3 persen terhadap PDB hingga 2022.

"Jangan karena uu yang memberikan extra power kepada pemerintah, termasuk tak dibatasinya angka defisit anggaran, lantas tak pandai menentukan berapa besar defisit yang aman dalam APBN," tegas SBY.

Mengutip dari CNNIndonesia jumlah pembiayaan utang negara sepanjang 2020 mencapai Rp1.226,8 triliun. Angka itu melonjak 180,4 persen dari realisasi 2019 yang hanya Rp437,5 triliun.

Jumlah pembiayaan utang setara dengan 47 persen dari total belanja negara tahun lalu, yakni Rp2.589,9 triliun. Jumlah belanja negara jauh lebih tinggi dari penerimaan negara yang sebesar Rp1.633,6 triliun.

Hal ini membuat defisit anggaran pada 2020 tembus Rp956,3 triliun. Angka itu setara dengan 6,09 persen terhadap PDB.