Kebakaran Kapal Di Sri Lanka Dapat Dihentikan, Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Lautan yang Penuh Racun ?
RIAU24.COM - Sri Lanka sedang menghadapi salah satu krisis lingkungan terburuk dalam sejarah. Berton-ton puing dari kebakaran kapal kontainer yang berpotensi beracun menyelimuti garis pantai barat negara itu.
Mengutip The Guardian, militer negara itu mengatakan telah berhasil memadamkan api yang melahap MV X-Press Pearl, kapal berbendera Singapura, selama akhir pekan. Api telah berkobar selama lebih dari seminggu dan mengepulkan asap hitam.
Namun para pejabat dan ilmuwan memperingatkan bencana maritim masih jauh dari selesai. Miliaran pelet plastik terdampar di pantai 75 mil ke selatan.
X-Press Feeders, perusahaan kapal X-Press Pearl, mengatakan kru pertama kali melihat asap mengepul dari ruang kargo pada 20 Mei, ketika berlabuh tidak jauh dari pelabuhan Kolombo. Mereka berusaha memadamkan api dengan melepaskan karbondioksida di palka.
Tapi api membesar dan ledakan mengguncang kapal. 25 awak kapal kemudian dievakuasi ketika angkatan laut Sri Lanka berusaha memadamkan api, dengan bantuan dari India dan pemadam kebakaran perusahaan Belanda.
Pihak berwenang Sri Lanka menduga kebakaran itu disebabkan oleh kebocoran dari kontainer kapal, yang membawa 25 metrik ton asam nitrat. X-Press Feeders mengatakan kebocoran terjadi jauh sebelum kapal memasuki perairan Sri Lanka.
Para kru telah meminta untuk diizinkan membongkar kontainer yang bocor di dua pemberhentian sebelumnya, di India dan Qatar. Namun, pemberhentian tersebut ditolak karena pelabuhan tersebut tidak memiliki fasilitas atau keahlian khusus yang dibutuhkan untuk menangani kebocoran asam nitrat.
zxc2
Meskipun pihak berwenang mengatakan kebakaran terburuk telah padam, ledakan masih bisa terdengar. Dan asap tebal serta api kecil masih terlihat dari kapal.
Tumpahan bahan kimia menyebabkan kerusakan yang tak terhitung di garis pantai Sri Lanka. Kerusakan juga termasuk resor wisata populer di Negombo dan Kalutara, dengan pantai yang tertutup mikroplastik tebal dan lapisan minyak yang terlihat di laut sekitarnya.
Pelet plastik yang digunakan untuk membuat kantong plastik merupakan sumber utama pencemaran plastik laut. Bahan tersebut bisa berakibat fatal bagi biota laut. Pelet plastik berukuran kecil dan dapat disalahartikan sebagai makanan burung, ikan, dan hewan laut lainnya. Kura-kura, ikan dan burung-burung mati sudah mulai terdampar di pantai.
Penduduk setempat telah diberitahu untuk tidak menyentuh puing-puing karena bisa sangat beracun. Dan memancing dilarang dalam radius 50 mil dari tempat kejadian. Hal ini semakin memperburuk industri perikanan, mengingat sempat terpukul keras oleh pandemi COVID-19. "Dengan informasi yang tersedia sejauh ini, ini dapat digambarkan sebagai bencana terburuk dalam hidup saya," kata Dharshani Lahandapura, Ketua Otoritas Perlindungan Lingkungan Laut.
MEPA mengatakan bahan kimia yang mencemari laut juga menyebabkan kerusakan ekologis pada terumbu karang, laguna, dan hutan bakau. Butuh waktu puluhan tahun untuk memperbaiki kerusakan tersebut.
Ribuan personel angkatan laut dengan peralatan pelindung telah dikerahkan dalam operasi pembersihan untuk menghilangkan lapisan tebal polusi plastik dan limbah kimia yang mulai melapisi pantai. Buldoser juga digunakan untuk memindahkan sampah.
Pihak berwenang di Sri Lanka telah membuka penyelidikan kriminal terhadap para kru. Polisi telah menanyai kru dan mengirim sampel air yang terkontaminasi ke laboratorium untuk pengujian. Dari 25 awak kapal yang berhasil diselamatkan dan dibawa ke fasilitas karantina, dua orang membutuhkan perawatan. Mereka terluka selama evakuasi.
Sementara itu, satu orang dinyatakan positif COVID-19. Ketika pihak berwenang mencoba untuk menentukan penyebab kebakaran, penduduk setempat yang tinggal di sepanjang pantai dekat Kolombo juga memulai pembersihan besar-besaran.