Kisah Para Guru di Asia yang Mengalami Gangguan Kesehatan Mental Karena Berjuang Dengan Pembelajaran Daring
Kecemasan kinerja
Bagi banyak guru, salah satu aspek yang paling menyakitkan dari peralihan online adalah bahwa mereka tidak lagi merasa baik dalam pekerjaan mereka dan akibatnya siswa mungkin menderita.
“Saya merasakan tekanan karena merasa bahwa orang tua menghakimi saya. Itu membuatku sadar diri. Semalam, mengajar menjadi stres bagi saya karena saya merasa sulit untuk menjadi diri sendiri di depan kamera. Saya membutuhkan kontak tatap muka untuk menjadi yang terbaik,” kata Gauri Matonde, seorang guru di Rajiv Gandhi Vidyalaya School di Nainital, India.
Bagi Nishi Jauhar, kepala sekolah Step by Step Junior School di Noida, miris melihat wajah cemas anak-anak di layar saat hidup mereka jungkir balik bahkan tidak terbiasa dengan rutinitas untuk menenangkan mereka.
“Anak-anak ketakutan. Kami akan memulai kelas dan menemukan bahwa orang tua seseorang telah dites positif dan mengasingkan diri. Anak-anak ini takut orang tua mereka akan meninggal. Kami harus memperhatikan wajah mereka tanpa bisa memeluk atau menghibur mereka,” kata Jauhar yang rasa cemasnya semakin menjadi sehingga ia sering kesulitan bernapas.
Banyak guru merasa sulit untuk menyelesaikannya karena sekolah telah beralih antara beroperasi secara online dan secara langsung karena beban kasus nasional telah meningkat dan berkurang.