Kisah Sum Kuning Si Penjual Telur yang Dirupaksa Oleh Anak Petinggi Negeri Secara Beramai-Ramai, Mencoreng Wajah Penegakan Hukum Indonesia
Sekalipun Sum sudah dibebaskan, Hukuman yang diberikan kepada Sum Kuning membuat Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso (1968-1971) geram. Ia kemudian menaruh perhatian lebih pada kasus Sum Kuning.
Polisi jujur itu menjadikan kasus Sum Kuning sebagai ajang pembuktiannya sebagai kapolri yang tak pandang bulu. Hoegeng menyakini muara kasus Sum Kuning ada pada versi yang menyebut terkait keterlibatan anak-anak pejabat. Bukan pada versi polisi Yogyakarta yang menyebut pemerkosa adalah orang biasa.
Hoegeng segera meminta pertanggunjawaban dari Kepolisian Yogyakarta. Awal Januari 1971, Hoegeng memerintahkan pembentukan sebuah tim untuk menangani kasus Sum Kuning. Nama tim tersebut adalah Tim Pemeriksa Sum Kuning.
“Perlu diketahui bahwa kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Ea. Jadi, walaupun keluarga sendiri kalau salah tetap kita tindak. Geraklah, the sooner the better,” ungkap Hoegeng sebagaimana ditulis Aris Santoso dkk dalam buku Hoegeng: Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa (2009).
Di bulan yang sama, Hoegeng menceritakan perkembangan kasusnya kepada Presiden Soeharto. Dalam pertemuan yang berlangsung, Soeharto justru tak begitu tertarik dengan kasus Sum Kuning. The Smiling General justru menginstruksikan perkara Sum Kuning ditangani oleh Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtip).
Sikap Soeharto dinilai janggal seraya kasus Sum Kuning lebih dari perkara kriminal biasa. Sebelum kasus terungkap, Hoegeng justru diberhentikan oleh Soeharto pada 2 Oktober 1971. Bersamaan dengan itu, gaung kasus Sum Kuning semenjak diambil oleh Kopkamptip hilang dari permukaan.