Akibat Pandemi Covid-19, Amerika Serikat Diserang Fenomena 'Kiamat Babi'
RIAU24.COM - Pasokan daging hewan babi terancam langka, membuat Amerika Serikat (AS) mengalami 'kiamat daging babi'. Dapat dikatakan ini lebih parah dari Covid-19 karena menyangkut bahan makanan favorit warga.
Bahkan, kenaikan harga komoditas itu mencapai US$ 8 di negara bagian California.
Ke depan harga daging babi diprediksi akan semakin melonjak. Ini karena rantai pasokan dan inflasi yang dipicu oleh pandemi Covid-19.
Namun demikian, semua itu bukan hanya diakibatkan faktor pandemi semata. Ada faktor lainnya terkait dengan UU Kesejahteraan Hewan teranyar di California yang notabene merupakan pasar daging babi terbesar di Negeri Paman Sam.
Negara bagian itu menerbitkan UU terkait standar khusus untuk induk babi. Babi-babi yang hamil harus diberi ruang yang memadai, setidaknya 24 kaki persegi dalam kandangnya.
Sebelumnya induk babi yang hamil hanya ditempatkan dalam kandang berukuran 7 kali 2 kaki. Kandang ini dapat memberi ruang untuk induk babi itu makan, berdiri, duduk, dan berbaring.
Namun, babi tidak memiliki ruang untuk berjalan, bergerak bebas, bersosialisasi, dan berbalik. Ini dianggap kejam.
"Beberapa produsen daging babi tidak akan membiarkan induk babi berbalik," kata Wakil Presiden Perlindungan Hewan Ternak untuk Masyarakat Manusiawi AS, Josh Balk, dikutip dari CNN International.
"Semuanya kembali ke titik itu dan terus terang, orang Amerika berpikir itu cara biadab untuk memperlakukan mereka."
Hal ini juga nyatanya telah menimbulkan kelangkaan. Krisis ini membuat beberapa pakar menyebutnya sebagai bacon apocalypse atau kiamat daging babi asap yang merupakan makanan khas California.
Ini akibat tidak siapnya industri babi pada aturan ini. Kesiapan mereka tidak lebih dari 5%.
"Biaya konstruksi yang tinggi, kendala tenaga kerja, dan kurangnya visibilitas seputar aturan akhir, semuanya berperan dalam respons industri yang minim," kata analis agribisnis Rabobank, Christine McCracken.
Sementara itu, Trey Malone selaku asisten profesor di Departemen Pertanian, Pangan, dan Ekonomi Sumber Daya Universitas Negeri Michigan, menyebut bahwa permasalahan ini sangatlah serius. Sebab, daging babi merupakan salah satu komponen pangan yang penting bagi kehidupan warga.
"Apa yang sebenarnya terjadi adalah kami pada dasarnya mencoba membatasi pilihan berbiaya lebih rendah. Orang miskinlah yang kemungkinan besar akan terpengaruh oleh kebijakan ini,"sebutnya.