Ketika Kasus Covid-19 Meningkat, Diprediksi Akan Banyak Warga di Singapura yang Terancam Kelaparan
Yang lebih mengkhawatirkan, studi kedua, yang merinci efek pandemi pada orang yang menyewa rumah susun milik pemerintah antara Juli dan Desember 2020, menemukan kerawanan pangan semakin berkepanjangan.
Penduduk mengatakan kepada Beyond bahwa mereka terkadang mengatasi kekurangan makanan dengan mengisi diri mereka dengan cairan atau tepung, membeli barang-barang murah dan mengenyangkan, dan membuat pilihan berdasarkan pertimbangan keuangan daripada nilai gizi.
Misalnya, beberapa keluarga hanya makan satu kali sehari atau memberi anak-anak mereka krimer kopi dengan air panas karena mereka tidak mampu membeli susu formula. Laporan tersebut memperingatkan masalah tersebut dapat meningkat menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, dengan kaitan dengan peningkatan tekanan mental dan perkembangan kondisi kesehatan kronis.
Pada tahun 2019, Singapura menduduki peringkat sebagai negara paling aman pangan di dunia dalam Indeks Ketahanan Pangan Global.
Namun, satu dari 10 warga Singapura mengalami kerawanan pangan setidaknya sekali selama 12 bulan, lapor sebuah studi oleh Pusat Inovasi Sosial Universitas Manajemen Singapura. Dari jumlah tersebut, dua dari lima mengalami kerawanan pangan setidaknya sekali sebulan dan banyak dari rumah tangga ini tidak mencari dukungan pangan, dengan alasan malu, tidak menyadari apa yang tersedia dan keyakinan bahwa orang lain membutuhkannya lebih dari diri mereka sendiri.
“Bagi orang Singapura biasa, makanan adalah hiburan nasional,” kata Wakil Direktur Eksekutif Beyond Ranganayaki Thangavelu. “Tetapi kita mungkin tidak menyadari betapa buruknya pola makan orang lain, bagaimana mereka harus membuat pilihan yang sulit untuk setiap kali makan, dan bagaimana makanan hanyalah kebutuhan untuk menopang mereka. Ketika mereka dihadapkan pada ketidaksetaraan ini setiap hari, itu membuat mereka lelah dari waktu ke waktu.”