Potret Salah Satu kamar di Sebuah Rumah Pelacuran di Jakarta Tahun 1948
RIAU24.COM - Sosial media sekarang merupakan hal yang penting di dalam kehidupan masyarakat. Karena dapat memudahkan aktivitas manusia, baik dalam pekerjaan, sekolah, dan bisa di gunakan untuk hal lain yang berguna
Sosial media saat ini juga telah banyak tersaji yang bisa di akses, dan sosial media juga bisa di jadikan wadah untuk bisa menyalurkan inspirasi dalam membuat sebuah karya dalam bentuk digital. Dalam menggunakan sosmed harus benar benar pandai.
Dalam menggunakan sosial media kitab bisa dikenal banyak orang, baik itu dari hal yang positif maupun hal negative yang dilakukan baik sengaja ataupun tidak. Banyak ragam sosial media untuk kita berkreasi sepetii Instagram, Tiktok, Twitter, Facebook dan masih banyak lagi
Di sosial media juga bisa berbagi kisah dari yang mengharukan, mengenaskan, sebuah tragedi. Sosial media juga wadah juga tempat segala informasi terbaru atau terupdate.
Seperti yang beredar di sosial media Instagram dimana ada sebuah kejadian mengenai penampakan foto darri salah satu kamar di sebuah rumah pelacuran di Jakarta tempo dulu tepat pada tahun 1948
Prostitusi adalah bisnis paling tua di dunia, bahkan jika dibandingkan dengan usia Republik Indonesia yang merdeka di tahun 1945. Sejak awal penjajahan Belanda, prostitusi adalah wujud hiburan paling populer. Pun dengan kontroversinya. Meski begitu prostitusi sangat privasi.
Oleh orang Belanda, kehadiran pekerja seks atau lonte bahkan digambarkan sebagai hal jahat yang diperlukan. "Lonteku, kejahatan yang diperlukan."
Pada awal kongsi dagang Belanda VOC menaklukkan Jayakarta dan membangun Batavia pada 1619, kekurangan wanita Eropa menjadi masalah.
Keengganan pimpinan pusat VOC, Heeren Zeventien jadi penyebabnya. Bagi Heeren Zeventien, perjalanan jauh yang penuh risiko ke Nusantara membuat mereka melarang pengiriman wanita, kecuali bagi para pegawai tinggi VOC. Para petinggi itu diizinkan membawa istri dan anak-anak mereka ke Tanah Koloni.
Namun, Gubernur Jenderal VOC yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629), Jan Pieterszoon Coen tak menerima alasan tersebut.
Coen yang dikenal sebagai penganut calvinisme fanatik menginginkan Heeren Zeventien segara mengirim wanita baik-baik ke Batavia. Dalam suratnya, dengan tegas Coen menulis semua orang tahu kalau manusia tak bisa hidup tanpa perempuan baik-baik jikalau ingin menciptakan masyarakat koloni yang lebih beradab.
“Yang Mulia, jika Anda tidak bisa mengirimkan perempuan baik-baik yang sudah pernah menikah, mohon kirimkan para perempuan muda, dan kami berharap hal itu akan menjadi lebih baik daripada pengalaman kami berkencan dengan perempuan yang lebih tua,” tulis Coen dalam salah satu suratnya dikutip Jean Gelman Taylor dalam buku Kehidupan Sosial di Batavia (2009).
Postingan di sosial media Instgram yang menjelaskan mengnenai salah satu kamar di rumah pelacuran tempo dulu ini dibagikan melalui akun sosial media Instagram milik @otaklite (19/11/2021). Setidaknya postingan tersebut telah mendapatkan sebanyak kurang lebih Seribu tanda suka
@tunggal.wa :” Bau rayap “
@jerri_pradana :” parahnya, udah di dunia ekonomi kurang di tambah maksiat lagi , “
@vhe_ananda :” Kakek siapa ini?? ???? “
zxc3
@wayanerik12 :” Oohhhh... Komlek mangsudnya. “
@nikko.murtany :” Kakek sopo ikii... Hayo ngakuuu.. “
@sardascooter :” Senior???? “