Sebut Gerakan 212 Bukan Momentum Kebangkitan Umat Islam, Said Aqil: Politik yang Mengatasnamakan Agama
RIAU24.COM - Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj menilai momen menghadapi gerakan 212 yang digawangi mantan pimpinan FPI, Rizieq Shihab merupakan tantangan yang luar biasa.
Menurut Said, dirinya tidak melihat gerakan 212 sebagai momentum kebangkitan umat Islam.
"Misal dalam menghadapi 212, itu luar biasa bagi saya, luar biasa kerasnya tantangannya itu sebagian (massa) dari NU juga karena itu kesempatan kebangkitan Islam," kata Said Aqil saat berbincang di Gagasan Kiai Said Menuju Muktamar NU di akun YouTube TVNU, Selasa (14/12).
"Menurut saya itu bukan kesempatan kebangkitan Islam karena itu tujuannya jelas politik yang mengatasnamakan agama," ucap dia.
Bahkan, Said menuturkan dirinya menolak keras gerakan 212. Ia kemudian membeberkan mengapa menolak gerakan 212 itu.
"Satu-satunya orang yang bersuara keras menolak 212 adalah saya, barangkali menolak banyak tapi yang dengan ucapan yang jelas terang benderang hanya saya barangkali," ujarnya.
Gerakan 212 mencuat pada 2017, menjelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. Gerakan ini melakukan protes keras terhadap pernyataan Plt Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dinilai menistakan agama Islam.
Setelah itu, pengadilan menyatakan Ahok bersalah dan ia kalah dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Said mengatakan dalam momentum politik seperti Pilkada dan pemilihan legislatif, ia menjaga agar NU sebagai organisasi keagamaan bersikap netral.
Namun, kata Said, pada momentum pemilihan presiden 2019 kemarin sedikit berbeda. Sebab, saat itu, Rais Aam PBNU, Ma'ruf Amin dicalonkan sebagai wakil presiden mendampingi pertahanan Joko Widodo.
"Ada Rais Aam, tidak sembarangan ini, puncak tertingginya NU jadi calon Wapres, jadi kita waktu itu sulit untuk menjadikan netralitas di NU," ujar Said.