Hitobashira, Legenda Pilar Manusia yang Dikorbankan Hidup-hidup dalam Proyek Konstribusi
RIAU24.COM - Pernahkah kamu mendengar istilah “tumbal proyek”?
Tumbal proyek adalah istilah yang dipakai untuk seseorang yang dikorbankan agar konstruksi suatu bangunan atau jalan bisa berjalan dengan lancar. Tumbal proyek tidak hanya berlaku di Indonesia saja, melainkan juga di Jepang.
Di Jepang, hal tersebut dikenal dengan nama hitobashira. Dalambahasa Jepang, hitobashira secara harfiah berarti pilar manusia, hal ini merujuk pada manusia yang dikubur hidup-hidup dalam pilar bangunan untuk persembahan pada Dewa.
Kastil Maruoka adalah salah satu kastil tertua Jepang yang berada di Prefektur Fukui yang dibangun tahun 1576. Dilansir dari A History of Japan, ketika Shibata Katsutoyo (keponakan Shibata Katsuie) sedang membangun kastil Maruoka, tembok batu kastil itu terus runtuh tidak peduli berapa kali ditumpuk.
Sehingga seorang pengikutnya menyarankan untuk melakukan hitobashira. Seorang wanita tua bernama Oshizu dipilih sebagai persembahan untuk dewa. Mengingat kehidupannya yang miskin, Oshizu setuju dikorbankan dengan syarat salah satu putranya diangkat menjadi samurai agar bisa hidup layak.
Pengorbanan dilakukan, Oshizu dikubur hidup-hidup dalam pilar utama Kastil Maruoka. Tragisnya, anak Oshizu tidak pernah diangkat menjadi samurai karena Shibata Katsutoyo dipindahkan ke perfektur lain.
Dilansir dari All About Japan, setiap bulan April (bulan Oshizu dikorbankan) parit kastil akan dibanjiri hujan dan penduduk menyebutknya sebagai “air mata kesedihan Oshizu”. Sehingga didirikanlah sebuah makan untuk menenangkan jiwa Oshizu yang marah.
Sejak kejadian itu, Kastil Maruokapun berdiri dengan kokoh. Kastil ini lolos dari kehancurah pada akhir periode Edo, selamat dari Perang Dunia II, namun rusak pada saat Gempa Fukui melanda Jepang tahun 1948.
Hitobashira dimulai saat Jepang berada di bawah kekuasaan Kaisar Nintoku sekitar tahun 323 masehi. Pada tahun kesebelas pemerintahan Kaisar Nintoku, Sungai Kitakawa dan Mamuta meluap mengakibatkan banjir ke pemukiman warga. Kaisar mengambil tindakan dengan membuat dua tanggul yang dinamakan tanggul mamuta.
Namun, tanggul tersebut terus-menerus runtuh. Noritake Tsuda dalam buku Human Sacrifices in Japan (1918) menyebutkan Kaisar bermimpi bahwa ada seseorang bernama Kowakubi di provinsi Musahi dan Koromonoko di provinsi Kawachi yang harus dikorbankan pada kedua dewa sungai agar tanggul tersebut berhasil dibangun.
Kaisar memerintahkan penangkapan Kowakubi dan Koromonoko. Kowakubi yang hanya pasrah dan menangis kemudian dikorbankan dengan cara dibuang ke aliran sungai Kitakawa.
Namun Koromonoko lebih cerdas, ia membawa dua buah labu dan melemparkannya ke sungai sesaat sebelum ia dikorbankan. Koromonoko kemudian mengatakan jika dewa tersebut memang sungguhan, maka dewa harus menenggelamkan labu tersebut. Namun labu tidak tenggelam dan hanya mengapung mengikuti aliran sungai, jadilah Koromonoko tidak jadi dikorbankan.
Namun tanggul tetap dibangun setelah pengorbanan Kowakubi. Tanggul tersebut tidak runtuh lagi seperti pembangunan-pembangunan sebelumnya. Selain pembangunan Tanggul Mamuta dan Kastil Maruoka, beberapa bangunan di Jepang juga menurut legenda menggunakan praktik hitobashira. Bangunan-bangunan tersebut adalah Kastil Matsue, Jembatan Matsue Ohasi, dan Jembatan Sungai Nagara.