Memanas, AS dan Korsel Disebut Latihan Penggal Kepala Pemimpin Korut Kim Jong-un
Pembawa acara Wilmer Leon mempertanyakan waktu penerbitan artikel tersebut, dan menyatakan artikel tersebut muncul ketika ketegangan di kawasan tersebut meningkat baru-baru ini.
Koo mengatakan, “Hal itu dilakukan sebagai respons terhadap ancaman Korea Utara dalam retorika saling balas yang akan menyebabkan lebih banyak ketegangan di wilayah tersebut, yang berpotensi memaksa seseorang untuk menekan tombol untuk memulai perang nuklir.” “Korea Utara dengan gigih bereaksi dan merespons ancaman dari AS dan Korea Selatan,” tegas Koo.
Dia menekankan, “Tidak ada pengurangan yang terlihat dan tidak ada langkah mundur… (seolah-olah) pemerintahan Biden ingin memulai baku tembak lagi.”
“Hampir setiap kota di Amerika bagian utara akan terkena serangan rudal balistik antarbenua,” ungkap Koo ketika co-host Garland Nixon menambahkan, “Tidak akan banyak yang tersisa dari Korea Selatan jika mereka melakukan hal itu.”
Koo lebih lanjut menunjukkan meskipun perang nuklir dapat dicegah, Amerika Serikat terbukti tidak mampu mengamankan suatu negara setelah membunuh pemimpinnya. “Kita melakukan hal yang sama terhadap (Muammar) Gaddafi di Libya dan kekacauan yang terjadi setelahnya. Meskipun Libya tidak mempunyai senjata nuklir balasan, kita tidak memenangkannya,” tutur dia, mengingat langkah serupa juga diambil pada masa Presiden Irak Saddam Hussein.
“Kita cukup pandai dalam memenggal kepala, tapi kita tidak pandai memulihkan ketertiban sebelum, sesudah, (atau) seluruhnya sama sekali,” pungkas dia.