RIAU24.COM - Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Azhar Jaya menyebutkan terdapat beberapa alasan masih banyak warga Indonesia berobat keluar negeri. Beberapa di antaranya termasuk kapasitas pelayanan kesehatan hingga persoalan SDM kesehatan.
"Kami melihat memang masih ada banyak rakyat Indonesia terutama kaum 'berpunya' itu memilih berobat untuk keluar negeri," kata dr Azhar ketika ditemui awak media di Jakarta Barat, Selasa (25/6/2024).
"Kami melihat penyebabnya masalahnya ada beberapa hal yaitu kapasitas daripada pelayanan kesehatan atau kemampuan rumah sakit kita untuk menangani suatu penyakit, SDM masih kurang, dan persoalan hospitality," sambungnya.
Lantas apa langkah yang dilakukan oleh pihak Kemenkes untuk melakukan hal ini? dr Azhar mengaku bahwa pihaknya terus melakukan percepatan pada peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan khususnya pada empat penyakit yang menjadi fokus saat ini meliputi kanker, stroke, jantung, dan uronefrologi (KJSU).
Menurut dr Azhar sebenarnya ada total 10 penyakit yang menjadi perhatian. Namun, keempat penyakit tersebut menjadi fokus utama lantaran kasus yang termasuk paling tinggi di Indonesia.
Penanganan kanker juga menjadi salah satu prosedur kesehatan banyak dilakukan warga RI ketika berobat keluar negeri.
"Kenapa KJSU ini menjadi prioritas karena memang seperti jantung dan stroke itu hitungan kasusnya sudah menit dan detik. Jadi kalau masyarakat tidak mendapatkan pelayanan, maka angka kematiannya cukup tinggi," jelas dr Azhar.
Bentuk percepatan peningkatan pelayanan kesehatan yang dimaksud meliputi cath lab untuk jantung dan stroke, pemasangan ring, coiling, tubektomi ditargetkan bisa dilakukan di 514 kabupaten dan kota maksimal pada 2027.
Langkah ini diharapkan dapat membuat masyarakat lebih mudah mendapatkan layanan kesehatan di daerah masing-masing tanpa harus pergi ke ibukota provinsi, DKI Jakarta, atau bahkan ke luar negeri.
"Karena kasihan masyarakat kalau hanya untuk cath lab, atau misal kemoterapi harus pergi ke provinsi. Itu adalah bagian-bagian kita untuk meningkatkan kapasitas daripada RS-RS kita," jelas dr Azhar.
Berkaitan dengan jumlah dokter spesialis yang masih kurang, dr Azhar berharap bahwa penerapan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit bisa mempercepat produksi dokter spesialis.
Tidak hanya itu, dibukanya kesempatan dokter diaspora untuk berpraktik di Indonesia menurut dr Azhar juga bisa menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan warga pada dokter di Indonesia.
"Jadi kita nggak sembarangan dokter lulusan luar negeri antah berantah kemudian datang ke Indonesia yang belum recognize ya. Tapi kalau misalnya lulusan Mayo Clinic atau Tokushukai mungkin proses adaptasinya tidak akan terlalu lama," jelasnya.
"Kalau untuk penanganan penyakit seperti kanker, stroke, dan jantung saya merasa kita sudah sangat mumpuni, tapi ya tadi memang secara jumlah belum," tandas dr Azhar.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, sebanyak 1 dari 1.000 rumah tangga pernah mengakses layanan kesehatan di luar negeri dalam tiga tahun terakhir. Lima provinsi dengan persentase terbanyak meliputi Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh. ***