Pembangunan IKN Minta Dihentikan, Greenpeace Klaim Jokowi Penyebab Krisis Air di Kaltim
RIAU24.COM - Wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) disebut tengah mengalami krisis air.
Melihat hal ini pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) disarankan untuk dihentikan sementara.
Greenpeace Indonesia menemukan kalau pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memprioritaskan prasyarat sosial dan lingkungan dalam pembangunan IKN, sehingga memperparah krisis air di Kaltim.
Forest Campaigner Team Leader Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, menyebutkan kalau Kaltim termasuk wilayah yang alami krisis air karena dampak dari perubahan iklim.
Menurutnya banyak hutan yang telah dibabat dan digantikan jadi perkebunan sawit maupun pertambangan juga membuat serapan air jadi minim.
"Kalimantan dikenal kawasan hutan tapi airnya tidak ada, bisa jadi ini menandakan krisisnya meningkat. Artinya memang di level 7-8 kalau kita mau lihat dari skala 10. Ini akan bermasalah ke depan karena sekarang saja penduduknya masih sedikit, apalagi kemudian sudah ada penduduk," kata Arie dalam siaran langsung Instagram bersama @independenid, Rabu (17/7/2024).
Arie menuturkan, langkah pemerintah membangun sejumlah waduk di sekitar pembangunan hanya jadi solusi sementara.
Bukti kalau Jokowi tidak fokus memenuhi prasyarat sosial dan lingkungan, lanjut Arie, terlihat dari pengurusan analisis dampak lingkungan (amdal) yang hanya disusun selama satu tahun.
Menurut Arie, krisis air juga bisa jadi salah satu penyebab pembangunan IKN berjalan lambat.
"Memang ini sesuatu yang krisis dan harus dihentikan pembangunannya. Karena lagi-lagi, prediksi kenapa prosesnya lambat ya karena ada problem soal tanah termasuk soal air," kata Arie.
Selain itu ia menilai permasalahan lingkungan yang terjadi juga diduga jadi penyebab belum ada investor asing yang masuk ke IKN.
Sekalipun Pemerintah Indonesia menjanjikan beri hak guna usaha (HGU) hampir dua abad.
"Walaupun dikasih tanah 190 tahun dengan kebijakan sekarang, tapi kalau nggak ada air gimana orang mau hidup di tanah yang gersang. Sehingga memang seharusnya sih pemerintah menghentikan dan mengevaluasi kembali prasyarat lingkungan, prasyarat sosial ini harus dipenuhi dulu," pungkasnya.
(***)