Menu

Sosok ini Nilai Serangan Untuk Anies Baswedan Seperti Sebuah Operasi

Muhammad Iqbal 23 Jul 2019, 05:40
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan saat melihat Getah Getih yang dibuat oleh seniman Joko Afianto (Sumber: IG Anies Baswedan)
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan saat melihat Getah Getih yang dibuat oleh seniman Joko Afianto (Sumber: IG Anies Baswedan)

RIAU24.COM - Belakangan ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendapat bully-an dari pihak-pihak tertentu. Salah satunya terkait dengan pembongkaran seni bambu yang dibuat oleh seniman Joko Afianto yang dianggap pemborosan.

Ketua Umum Organisasi Kebangkitan Jawara dan Pengacara (Bang Japar), Fahira Idris mengibaratkan hinaan ke Anies seperti sebuah ‘operasi’. Banyaknya cacian dan fitnah terhadap Anies bercorak dan beritme sama yaitu mendegradasi berbagai capaian Jakarta dan berbagai program pembangunan yang mulai dirasakan warga ibu kota.

Bang Japar, kata Fahira, menilai fenomena serangan terhadap Anies meningkat di saat-saat Gubernur membuat terobosan baru atau saat Pemprov mendapat prestasi atau capaian.

“Amatan saya, semakin sering Pemprov DKI membuat terobosan atau mendapat apresiasi, serangan akan semakin intensif," ujar Fahira dilansir dari Republika.co.id, Senin 22 Juli 2019.

zxc1

Anggota DPD RI asal Jakarta menilai jika isu yang jadi tema kritikan atau ajang cacian kepada Anies substanstif, maka tidak masalah. Tapi, sering sekali yang jadi ‘peluru’ hal-hal tidak penting.

"Sudah tidak penting dilebarkan kemana-mana yang mengarah kepada serangan personal dan pembunuhan karakter serta dikait-kaitkan dengan isu SARA,” tegasnya.

Ia memberi contoh soal instalasi bambu Getah Getih di Bundaran HI yang dipajang untuk kepentingan Asian Games 2018 dan memang diperuntukkan untuk enam bulan saja. Seni bambu ini menjadi ‘peluru’ untuk menyerang Anies saat memang waktunya harus dibongkar. Anies pun menjawab dengan membandingkan dengan impor baja asal China bila membuat kesenian dari besi.  

“Kita kebanjiran baja impor asal Tiongkok itu fakta. Kenapa tidak terima dan malah membelokkan fakta ini menjadi sentimen ras. Kalau terminologi Tiongkok saja mereka tidak paham bagaimana mau menjadi pengkritik yang cerdas,” jelas Fahira.
zxc2

Di negara demokrasi, lanjut Fahira, konsekuensi menjadi seorang pemimpin adalah harus siap dikritik, dihujat, dicaci, bahkan difitnah.

Ditambah lagi, segudang prestasi tidak akan menjamin seorang pemimpin mendapat pujian apalagi pengakuan, malah mungkin semakin berprestasi, serangan akan semakin menjadi. Ini dikarenakan, di era kemajuan teknologi informasi saat ini sangat mudah membalikkan fakta.