Sebuah Sejarah Babul Qawaid, Kitab Pintu Segala Pegangan Kerajaan Siak
RIAU24.COM - SIAK - Siak merupakan kerajaan Melayu terakhir yang didirikan. Sebagaimana kerajaan-kerjaan lain di Nusantara terdapat berbagai hukum yang berlaku yang ditaati bersama.
Begitu pun kesultanan Siak pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin pada tahun 1889-1908, sang Sultan secara resmi dilantik pada tanggal 21 Oktober 1889 M, dilantik sebagai Sultan Siak ke-XI dengan gelar Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syarifuddin.
Pada masa pemerintahan Sultan ke-XI inilah munculnya semacam ‘Konstitusi’ kerajaan Siak yaitu kitab Babul Qawaid atau disebut juga dengan sebutan pintu Segala Pegangan kerajaan Siak Indrapura. Babul Qawaid adalah kitab undang-undang kesultanan Siak, yang membagi wilayah dan tugas masing-masing instansi yang berada dalam naungan Siak.
Babul Qawaid ini adalah kitab dengan tebal 90 halaman, terdiri dari 22 bab dan terdapat 154 pasal. Kitab ini memuat kehidupan dan adat istiadat Kesultanan Siak serta dengan adanya kitab ini, terbentuk lembaga peradilan di Siak. Terdapat pula lembaga dewan penasehat sultan yang terdiri dari 4 (empat) Datuk yang terbagi ke beberapa wilayah yaitu Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar, Datuk Pesisir, Datuk Kampar.
Kemudian sang sultan membangun Balai Keratapan Tinggi (Balai Rung Sari) dan Istana Asserayah Hasyimiah, tempat tersimpannya barang-barang mewah sang sultan, selain itu juga balai ini menjadi tempat musyawarah segala kebijakan yang dapat memajukan kehidupan masyarakat Siak. Dengan adanya kitab konstitusi, maka kesultanan Siak melakukan modernisasi pada pranata hukum kesultanan.
Tidak banyak informasi mengenai kitab undang-undang ini, minimnya literatur dan kurangnya perhatian dalam merawat naskah-naskah peninggalan kesultanan menyulitkan penulisan secara detail mengenai kitab ini. Pada naskah asli tertulis dengan aksara Jawi dan menggunakan Bahasa Melayu, dicap langsung oleh Sultan Syarif Hasyim kemudian dicap oleh saksi yaitu Datuk Laksemana, Datuk Kampar, Datuk Pesisir, Datuk Lima Puluh, Datuk Tanah Datar pada tahun 1901.
Dengan daerah kekuasan yang luas, terdiri dari 10 bagian propinsi, dengan berbagai pembagian kekuasan yang diberi tuga berbeda-beda akan tetapi tugas itu telah diatur secara jelas dalam Babul Qawaid, jabatan itu terdiri dari Datuk-Datuk, Bangsawan, Pendahulu, Batin, Hakim Polisi, Imam, Tuan Qadi, kepala suku. Walaupun pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim terdapat penjajahan yaitu pemerintahan Hindia Belanda, akan tetapi kesultanan Siak tetap teguh mengatur jalannya pemerintahan Siak dengan konstitusi yang dibuat oleh Kesultanan Siak.
Kitab ini berlaku sampai ke wilayah kekuasaan kesultanan Siak yang terdiri dari kota Pinang, Pagarawan, Batu Bara, Badagai, Kualiluh, Bilah, Asahan, Serdang, Langkat, Temiang dan Deli. Luasnya daerah dan pengaruh kesultanan Siak ini menegaskan pengaruh penyebaran Islam keberbagai daerah, karena memang kesultanan Siak bercorak agama Islam dilihat dari para Sultannya yang berasal dari kalangan sayyid.
Tapi, terjadi perubahan ketika penjajahan Belanda bercokol di Siak, daerah-daerah taklukan kesultanan Siak diambil alih oleh Belanda dengan syarat pemerintahan Hindia Belanda mengakui wilayah asli Siak yang bukan termasuk kedalam daerah taklukan diakui sebagai daerah otonom.***
R24/phi/lin