Laporkan PN Siak Ke Komisi Yudisial, Ariadi Tarigan Kirimkan Bukti Tambahan
RIAU24.COM - SIAK - Guna membuktikan keseriusannya melaporkan Ketua PN Siak ke Komisi Yudisial (KY) terkait pelanggaran etik menunjuk hakim yang sama untuk perkara yang memiliki kemungkinan adanya komplik kepentingan, Ariadi Tarigan anggota Komisi II DPRD Siak, akan menulis surat penambahan bukti kepada Ketua Komisi Yudisial di Jakarta.
“Bukti bukti ini tidak dapat saya buka ke publik karena hal ini sudah merupakan ranah dari KY yang berhak mengumumkannya nanti bilamana diperlukan.” kata Ariadi.
"Surat ini saya kirim sebagai respon dari kompers tandingan yang dilakukan oleh Ketua PN Siak, satu hari setelah dia melakukan kompers pada hari Senen 19 Agustus 2019 lalu, yang dilakukan pada hari, Selasa (20/08/2019) oleh Ketua PN Siak.” terangnya.
Tarigan mengaku dia merasa sedikit miris dengan kompers yang dilakukan oleh ketua PN tersebut.""Anda bayangkan saja seorang Ketua Pengadilan Negeri melakukan kompers di salah satu café di Siak ini, dan bukannya meluruskan atau memanggil saya secara resmi ke Pengadilan Negeri Siak, padahal anda lihat saya aja kompers di DPRD Siak bukan di luar kan," katanya lagi.
Lebih jauh dikatakan Ariadi, belum lagi substansi yang dibahas dalam kompers tersebut bukannya memberikan klarifikasi yang benar dan sehat kepada masyarakat."Kenapa Ketua PN tidak menepati janjinya tentang Majelis yang akan ditunjuk dalam perkara atas nama Suratno dan Teten, justru menjalar ke mana-mana.” tegasnya.
“Loh, yang saya laporkan ke KY kan Cuma apa alasan menunjuk satu majelis yang sama terhadap perkara yang diduga ada kemungkinan komplik kepentingan kan?. Ini hanya soal komitmen saja yang berada dalam ranah etik, makanya saya lapor ke KY,” katanya lagi.
Selanjutnya kata dia pada kompers yang dilakukan PN Siak beberapa waktu yang lalu, bahwa saat itu Ketua PN Siak mempertanyakan dirinya sebagai anggota Dewan membela masyarakat yang mana.
“Tentunya ini yang perlu saya klarifikasi, seharusnya Ketua PN lebih tahu lagi, karena ia yang pegang berkas perkara, kan bisa dilihat di sana kan,” katanya lagi.
Ditegaskan dia dalam hal ini jelas dirinya membela masyarakat Siak yang menurutnya terkena dampak pemberian izin yang diduga tidak benar dan diduga telah digunakan dengan tidak benar.
“Mari kita perinci satu satu ya, untuk perkara dengan terdakwa Misno bin Karyorejo (terdaftar Nomor 81/Pidsus/2019/PN.Sak) dalam kapasitasnya sebagai Direktur PT. Duta Swakarya Indah, diduga telah berkebun tanpa izin pada lahan yang berada diluar izin yang dimiliki PT.DSI (diluar yang 8000 ha) itukan ditanam diatas lahan masyarakat sengkemang dengan luasan kurang lebih 300-an hektare, bagaimana perolehannya dengan masyarakat? Kan harus dijelaskan oleh Ketua PN sendiri itu.
Kalau dihubungkan dengan perkara Teten dan Suratno yang sekaligus dalam kapasitas Direktur DSI," Kan jelas perkaranya kan, berkaitan dengan dugaan menggunakan izin palsu dengan luasan kurang lebih 8.000 ha. Anda lihat sendiri kan, pelapornya hanya memiliki lahan yang bersertifikat seluas 80 ha saja, berapa luas lahan masyarakat lain lagi yang diduga digunakan sebagai surat palsu itu dalam perkara ini, Masih banyak kan.” katanya lagi.
“Belum lagi kalau kita dalami di dalam izin lokasi dan izin usaha perkebunan yang menjadi pokok perkara dalam perkara Nomor 115/Pid.B/2019/PN.Sak dan 116/Pid.B/2019/PN.Sak masing masing atas nama terdakwa Drs. Teten Effendi dan terdakwa SURATNO KONADI dari luasan 8.000 ha tersebut terdapat tanah untuk kepentingan jalan raya yang terbentang dari Siak Ke Dayun dan Siak ke Gasip yang semula milik masyarakat dan diganti rugi kepada masyarakat dan menggunakan uang Negara, kan bisa kacau nantinya ini, kalau misalnya kita tidak meluruskan hukum tentang izin yang digunakan ini lalu tiba – tiba kebijakan pemkab Siak yang memberikan ganti rugi lahan seluas 54 ha ini akan masuk keranah Tipikor nantinya.” pungkasnya.***
R24/lin