RIAU24.COM - WASHINGTON - Pasukan militer Turki menginvasi wilayah Suriah timur laut untuk memerangi pasukan Kurdi, Rabu (9/10/2019). Serangan darat dan udara yang dilakukan menewaskan beberapa warga sipil dan menghantam sebuah penjara tempat para militan Islamic State (ISIS) ditahan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengumumkan operasi militer di wilayah Suriah timur laut yang diberi nama "Operation Peace Spring". Menurutnya, operasi militer ini untuk menetralisir ancaman teror dan membangun zona aman di Suriah.
Setidaknya tujuh warga sipil telah tewas di Suriah timur laut sejak serangan Turki dimulai pada hari Rabu. Data ini bersumber dari para aktivis dan pemantau perang di Suriah. Turki kemudian mengumumkan bahwa pasukan daratnya telah menyerbu wilayah Suriah timur laut untuk memerangi pasukan Kurdi.
Seperti dilansir Sindonews, seorang anggota Pasukan Khusus Amerika Serikat (AS) yang membantu dan melatih Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi mengaku malu menyaksikan invasi Turki di garis depan perbatasan.
"Saya malu untuk pertama kalinya dalam karier saya," kata seorang anggota Pasukan Khusus AS yang telah terlibat dalam pelatihan pasukan pribumi di berbagai benua. Dia adalah salah satu dari 1.000 atau lebih tentara AS yang tetap ditempatkan di Suriah.
"Turki tidak melakukan apa yang disepakati. Ini mengerikan," ujarnya yang jadi sumber militer di darat. "Kami bertemu di setiap perjanjian keamanan. Bangsa Kurdi bertemu di setiap perjanjian (dengan Turki). Tidak ada ancaman bagi Turki, tidak ada (ancaman) dari sisi perbatasan ini."
Menurut Pasukan Khusus AS tersebut, pasukan Amerika kecewa dengan keputusan yang diambil oleh para pemimpin senior di Washington.
Presiden Donald Trump mengatakan AS akan menarik tentaranya dari Suriah timur laut pada hari Minggu, suatu langkah yang dianggap sebagai pukulan terhadap pasukan Kurdi yang selama ini jadi sekutu Amerika dalam melawan kelompok Islamic State atau ISIS di Suriah.