Menyedihkan, Pendidikan di Indonesia Masih Tercecer di Peringkat 6 Terbawah di Dunia, Pengamat Sebut Ini Penyebabnya
RIAU24.COM - Kabar menyedihkan masih menghiasi wajah pendidikan Indonesia. Dalam survei kualitas pendidikan yang dikeluarkan Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia berada pada peringkat ke-72 dari 77 negara atau, berada pada peringkat enam terbawah.
Sayangnya, Indonesia juga masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Survei PISA merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia, yang menilai kemampuan membaca, matematika dan sains. Hasil survei itu dirilis di Paris, Selasa (3/12/2019).
Terkait hal itu, ada beberapa faktor yang dinilai sangat berpengaruh. Dua di antaranya adalah kompetensi guru yang rendah dan sistem pendidikan yang terlalu kuno.
Dilansir detik, Jumat 6 Desember 2019, pengamat pendidikan Budi Trikorayanto, menilai, setidaknya ada tiga masalah yang masih membelenggu pendidikan Indonesia:
Yang pertama adalah kualitas pengajar. Budi menilai, kompetensi guru di Indonesia masih berada di tingkat yang sangat rendah. Padahal untuk menghasilkan murid-murid cerdas diperlukan sumber-sumber pengajar yang kompeten.
"Kompetensi guru kita sangat rendah, bisa dilihat dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) itu nilainya di bawah 5 rata-rata," ungkapnya.
Selain itu, sistem pendidikan yang membelenggu juga ikut berpengaruh. Menurutnya, di era pendidikan 4.0, seharusnya guru tidak lagi menjadi 'narasumber' utama dalam sistem pembelajaran, melainkan sebagai pendamping, penyemangat dan fasilitator. Artinya, bila sistem pendidikan 4.0 ingin berhasil, maka anak-anak murid kini harus diedukasi untuk menjadi lebih aktif.
Tak hanya itu, lembaga pendidikan yang mencetak guru-guru juga perlu dibenahi. Budi mencontohkan nstitut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP).
"Kampus-kampus IKIP, yang model pengajarannya seperti itu membuat guru menjadi kurang punya ide kreativitas dan kurang eksplor dengan akademisnya. Sehingga setiap tahun ketika ada Uji Kompetensi Guru (UKG) mereka hasilnya selalu rendah," sebutnya.
Selain itu, sistem pendidikan di Indonesia masih terlalu kuno atau ia sebut 'feodalistik', juga seharusnya diubah. Sebab sistem ini kurang menghargai kebebasan berpikir.
Menurutnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim harus berani menyederhanakan kurikulum, serta mengurangi aturan-aturan dan belenggu untuk menciptakan kebebasan pendidikan.
"Saya kira Nadiem, dia lima tahun ini memulai dan tidak akan bisa distop lagi, dia sudah buka pintu gerbangnya dan harus dilaksanakan," paparnya.
Untuk diketahui, sejak dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim telah melontarkan usulan-usulan baru untuk memajukan pendidikan Indonesia. Di antaranya pendidikan berbasis kompetensi dan karakter. Usulannya kini tengah dalam tahap pengkajian di Kemendikbud.
Ia juga menanggapi hasil survei PISA tidak boleh dikesampingkan. Justu survei ini menjadi acuan memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia selama lima tahun ke depan.
Selain itu, Nadiem juga sangat memperhatikan hasil penilaian PISA, sebagai masukan yang berharga. Menurutnya, hasil penilaian lembaga itu bisa dijakan bahan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang akan menjadi fokus Pemerintah selama lima tahun ke depan. ***