Kisah Kelam Didi Kempot, Hidup Terlunta di Jalanan Ibukota Namun Jadi Idola di Belanda dan Suriname
Didi kala itu, pada 1987, meminta sang ibu untuk berdoa agar ia bisa membahagiakan orang tuanya. Berhasil menghasilkan uang dari rekaman dan video musik, Didi bangga setengah mati. Ia pun memutuskan kembali ke Ngawi, ke rumah ibunya, dan menyampaikan kabar gembira itu. Didi bukan hanya membawa kabar bahagia, tetapi juga uang Rp600 ribu hasil jerih payahnya bernyanyi. Sebagian ia berikan kepada sang ibu yang telah bercerai dengan ayahnya, sisanya dibelikan krinjing untuk makam nenek yang pernah merawatnya.
"Video itu lalu ditunggu satu kampung yang menonton pakai aki, dulu belum ada listrik. Saya jadi primadona kampung, di situ saja saya sudah senang. Dari situ karier saya mengalir berjalan." lanjut Didi.
Setelah itu, Didi Kempot kembali ke Jakarta. Kali ini, ia langsung ke studio Musica. Namun label legendaris itu tak langsung membuat album untuk Didi, melainkan single demi single. Salah satunya, Cidro. Ada pertaruhan besar ketika menggarap Cidro. Pertama, lagu ini tak sesuai dengan selera pasar kala itu yang menyukai lagu jenaka. Apalagi untuk melawan single 'Kalau Bulan Bisa Ngomong' milik Doel Sumbang. Kedua, genre campursari yang dibawa Didi belum populer di dekade '80-an. Industri musik kala itu hanya mengenal pop Jawa. Maka, Didi pun dilabeli pop Jawa oleh Musica.
Cidro tak laku di Indonesia, tapi hit di Belanda dan Suriname, dua negara yang memiliki diaspora asal Indonesia termasuk Jawa. Lagu Cidro lah yang kemudian membawa Didi Kempot masuk pesawat terbang dan konser di benua Eropa dan Amerika di dekade '80-an.
Ketika dirinya sampai di Belanda, Didi kaget banyak yang hafal Cidro. Belum selesai dicerna oleh nalar, Didi harus menerima fakta bahwa ia konser di salah satu negara Eropa pada 1993 sedangkan ia belum pernah konser di Indonesia. Momen 'go international' Didi belum selesai. Ia kembali ke Belanda pada 1996 sekaligus melanjutkan ke Suriname. Di negara Amerika Selatan itu, Didi lebih terkenal lagi mengingat banyak orang asli dan keturunan Jawa di sana.
Didi bahkan masih sempat menulis lagu bertajuk Layang Kangen saat pulang ke Indonesia dari Suriname. Bersamaan dengan itu pula, ia ingin merilis album di Suriname meskipun belum pernah melakukannya di Indonesia. Didi Kempot pun mewujudkan keinginannya itu. Dari 1996 hingga 1998, ia merilis 10 album yang hanya dirilis di Belanda dan Suriname.