Ma’ruf Amin Sebut Negara Berpenduduk Mayoritas Islam Susah Majunya, Maksudnya?
RIAU24.COM - JAKARTA - Wakil presiden (Wapres) Maruf Amin menyebut jika sebagian besar negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam susah untuk maju. Hal ini pula yang terjadi pada Indonesia.
Pernyataan ini bukan sekadar ungkapan belaka, sebab dia turut menjabarkan sejumlah faktor, mengapa bisa demikian.
Menurut Wapres Maruf Amin, susahnya maju negara berpenduduk agama Islam karena menerapkan cara pikir konservatif dalam kehidupan sehari-hari. Maka, ekonomi dan pendidikan pun menjadi tertinggal.
“Cara berpikir konservatif menjadi salah satu penyebab mengapa negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim masih tergolong underdevelopment country dan mengalami ketertinggalan dalam ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya,” kata Wapres Maruf Amin saat menyampaikan ceramah yang disiarkan TVRI, melansir hops.id Selasa (12/5/2020).
Wapres Maruf Amin kemudian menilai cara berpikir tersebut semakin berkembang akhir-akhir ini, khususnya ketika muncul kelompok-kelompok masyarakat yang berpikir bahwa kemurnian Islam harus dibangun dengan cara tekstualis.
“Cara berpikir seperti itu memang sudah mulai berkembang akhir-akhir ini, ketika isu kemurnian Islam harus dibangun dengan kemudian kita mengalami kemunduran berpikir dan mengarah pada cara pikir yang sangat tekstual,” katanya.
Kelompok konservatif tersebut, lanjut Wapres Maruf Amin, biasanya menolak adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dianggap tidak sesuai dengan pemahaman mereka terhadap ajaran agama Islam secara tekstual.
Padahal, kata dia, pemahaman secara tekstual dan konservatif itu tidak sesuai dengan salah satu sabda Nabi Muhammad SAW.
Cara berpikir konservatif tersebut juga menghambat upaya-upaya dalam mewujudkan peradaban Islam.
Untuk membangun kembali peradaban Islam, kata Wapres Maruf Amin, pola pikir wasathi atau moderat harus ditanamkan dan dikembangkan di negara Islam dan negara berpenduduk mayoritas Muslim.
“Cara berpikir konservatif seperti itu menghambat dan kontraproduktif terhadap upaya membangun kembali peradaban Islam. Oleh karena itu, cara berpikir wasathi dapat menjadi pijakan kuat untuk kita membangun kembali peradaban Islam yang kuat,” katanya.