Banyak Masyarakat Keliru Dengan Rapid Test, ini Fungsi Utamanya
RIAU24.COM - Di saat pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia, istilah rapid test tentu sudah tidak asing lagi. Tapi, masih banyak yang menganggap jika rapid test digunakan untuk mendeteksi Covid-19. Padahal kenyataannya, tidak demikian.
Dilansir dari Tempo.co, Senin, 29 Juni 2020, ahli bedah Akmal Taher pun angkat bicara. Akmal mengatakan jika rapid test adalah tahapan screening dan bukan pendeteksian. Itu berarti, pengecekan tidak bisa mendeteksi atau mendiagnosa orang yang bersangkutan positif terinfeksi Covid-19 atau tidak.
"Masih banyak masyarakat yang mengira bahwa rapid test bisa membuktikan kalau seseorang positif Covid-19 atau tidak. Padahal yang bisa melakukan itu hanya polymerase chain reaction (PCR) atau swab tenggorok. Jadi jangan salah dan disamakan," kata dia.
Akmal menambahkan, cara kerja rapid test ialah lewat pengujian sampel darah untuk mengukur antibodi pasien. Dengan demikian, hasilnya akan lebih efektif untuk pemeriksaan dalam tahap pengobatan pasien Covid-19.
"Seperti di Singapura, rapid test itu untuk treatment. Jadi untuk tahu tubuh pasien sudah ada antibodi atau belum, sehingga dari IGD bisa pindah ke ruangan biasa karena kondisi lebih baik," tutur Akmal.
Lalu, kenapa rapid test di Indonesia banyak digunakan di awal pengecekan virus corona sehingga menimbulkan persepsi untuk diagnosa penyakit? Akmal mengatakan jika dulu saat merebaknya Covid-19, Indonesia masih memiliki keterbatasan kit untuk tes PCR.
"Itulah mengapa sebelum PCR, diarahkan ke rapid test dahulu. Tapi sebenarnya dari WHO sendiri tidak menyarankan rapid test untuk diagnosa Covid-19," tambahnya.
Dari alasan itu, masyarakat diimbau tidak cepat puas dengan hasil rapid test. "Walaupun sudah rapid test dan dinyatakan negatif, belum tentu Anda bebas Covid-19 karena ini memang bukan fungsi utamanya. Jadi tetap terapkan protokol kesehatan lewat mencuci tangan dengan air dan sabun, menjaga jarak serta memakai masker," tutupnya.