RIAU24.COM - Survei Nature mengungkapkan bahwa banyak ilmuwan percaya COVID-19 akan menjadi endemik dan efeknya akan berkurang seiring waktu. Lantas apakah ini berarti pandemi virus corona akan segera berakhir? Akan seperti apa dunia jika korona menjadi penyakit endemik? Dan bagaimana pandemi COVID-19 mengubah statusnya menjadi endemik?
Dalam survei terhadap lebih dari 100 ahli imunologi, ahli virologi, dan peneliti penyakit menular, hampir 90 persen mengatakan COVID-19 akan menjadi endemik. Artinya, penyebaran virus atau penyakit akan konstan dan cenderung terkontrol dalam wilayah geografis tertentu menurut Centers for Disease Control (CDC).
Misalnya kasus penyebaran flu di Amerika Serikat (AS), dan ada empat jenis virus korona endemik yang menyebabkan demam tubuh. Di Indonesia salah satu contoh penyakit endemis adalah penyakit malaria di Papua.
Guru Besar Imunologi dari La Jolla University AS, Erica Ollman Saphire mengatakan jika COVID-19 menjadi endemik, berarti virus ini tidak akan pernah hilang dari muka bumi. Meski begitu, Saphire juga mengatakan orang akan menjalani kehidupan yang lebih baik secara keseluruhan. "Dan jangan sampai sakit karena virus," kata Saphire seperti dikutip CNBC.
Kapan itu terjadi?
Baca Juga: Anak Inul Daratista Cuma Jajan Rp20 Sehari, Netizen Sentil Kenzy Anak Andre Taulany
Menurut Dokter Scott Gottlieb, mantan komisaris Administrasi Makanan dan Minuman AS, jika vaksinasi semakin masif dan berjalan lancar, penularan COVID-19 dapat mereda sekitar musim semi dan musim panas. "Tingkat infeksi akan turun drastis selama musim semi dan musim panas," kata Gottlieb.
Sejarah telah berulang kali menunjukkan perubahan status dari suatu pandemi menjadi endemik. Contohnya, Pandemi Flu Hong Kong yang terjadi pada tahun 1968. Sebelum mereda dan dipastikan endemik, penyakit akibat virus influenza A (H3N2) ini, seperti dikutip Britannica, telah menewaskan satu juta orang di seluruh dunia.
Hal yang sama terjadi pada pandemi flu babi tahun 2009. Menurut CDC AS, penyakit yang disebabkan oleh virus H1N1 ini pertama kali menyebar di AS, dan menyebar dengan cepat ke seluruh negeri dan dunia.
CDC AS mencatat bahwa antara 12 April 2009 dan 10 April 2010, ada 60,8 juta kasus di negara Abang Sam. Badan tersebut memperkirakan bahwa 575.400 orang telah meninggal dunia akibat pandemi ini. Meski pandemi resmi dinyatakan usai pada 10 Agustus 2010, virus tersebut masih terus berkeliaran sebagai virus flu musiman.
"Jika suatu penyakit pandemik menjadi endemik, menurut Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani, berarti penyebaran virus sudah terkendali. "Endemik adalah sesuatu yang dapat Anda kendalikan," kata Laura.
Memang penyakit endemik akan selalu ada, tapi kata Laura, virus penyebab penyakit akan tetap dorman. Artinya virus ini bisa tinggal di dalam, tapi dalam keadaan dormant.
"Saat virus tidak menemukan inang yang tepat, virus akan tetap diam."
Laura mencontohkan, saat seseorang mengunjungi daerah endemis malaria di Papua. Menurut dia, masyarakat yang berkunjung ke daerah tersebut tidak akan langsung terserang malaria selama daya tahan tubuhnya tidak lemah.
“Ibarat dormant, virus akan aktif jika menemukan inang yang lemah. Dormant bisa bertahan tanpa memberi efek. Tapi kalau mendapat rumah (orang yang kekebalannya lemah) akan aktif,” kata Laura.
Meski begitu, kata Laura, perubahan status COVID-19 menjadi endemik tidak akan terjadi jika tidak dikejar. Menurutnya, hal ini sangat bergantung pada keadaan imunitas kawanan. Dan tentunya hal ini erat kaitannya dengan keberhasilan program vaksin.
Baca Juga: Denny Sumargo Didatangi Ayah Natasha Wilona Gegara Podcast Tak Tayang, Ini Alasannya...
Syarat dan ketentuan
Menurutnya saat ini imunitas kawanan belum bisa dipastikan meski sudah ada upaya vaksinasi. Apalagi saat ini jumlah vaksin COVID-19 masih terbatas.
Masalahnya, masa kekebalannya masih dalam penyelidikan. Jadi masih terus dipantau, kata Epidemiolog Laura Navika Yamani.
Belum lagi masalah vaksinasi yang belum merata di seluruh wilayah, khususnya Indonesia. "Dan di beberapa daerah masih terus dilakukan pendistribusian. Bisa saja satu daerah mendapat vaksin, tapi di daerah lain masih ada penyebaran kasus."
Belum lagi soal potensi mutasi virus. Karena menurut Laura hal ini akan berdampak pada keefektifan vaksin. “Jadi sambil menunggu imunitas kawanan tercapai, kemungkinan akan terjadi penurunan kasus, tapi tidak langsung diberantas (dihilangkan).”
Untuk itu, program vaksinasi untuk mencapai imunitas kelompok menjadi kunci endemik pandemi ini. “Misalnya kita sudah memiliki kekebalan kawanan, harapannya meskipun kita mengunjungi daerah endemis kita sudah memiliki kekebalan dan tidak ada masalah,” kata Laura.