Warga di Negara Ini Mendapatkan Uang Hingga Jutaan Rupiah, Jika Mau Disuntik Vaksin COVID-19
RIAU24.COM - Berbagai cara telah dilakukan pemerintah di berbagai belahan dunia, untuk meyakinkan warganya agar menerima vaksin COVID-19. Masalah keamanan, antrian panjang, efek samping, dan keraguan akan khasiat vaksin membuat banyak orang enggan untuk divaksinasi.
Di Serbia, pemerintah telah melakukan terobosan yang akan menarik warganya untuk menerima vaksin COVID-19.
Dilansir dari Euronews, Kamis 6 Mei, warga akan mendapatkan penghargaan jika bersedia divaksinasi. Pengumuman itu disiarkan langsung oleh Presiden Aleksandar Vucic. Penghargaan tersebut merupakan jumlah uang yang layak bagi warga Serbia, yaitu sekitar 3 ribu dinar atau 25 euro.
Ini setara dengan 5 persen dari gaji bulanan rata-rata di Serbia. Ini berlaku untuk warga negara di atas 16 tahun yang telah menerima satu atau dua dosis vaksin COVID-19. Serta mereka yang akan divaksinasi setidaknya satu dosis sebelum 31 Mei.
"Kami telah mempertimbangkan bagaimana memberi penghargaan kepada orang-orang yang telah menunjukkan tanggung jawab. Dan memutuskan untuk memberikan dukungan keuangan tambahan kepada mereka yang telah divaksinasi," kata Presiden Aleksandar Vucic di Beograd.
Ia menekankan bahwa mereka yang tidak divaksinasi menunjukkan sikap egois dan tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, pegawai sektor publik yang belum divaksinasi tidak akan mendapatkan cuti jika tertular COVID-19.
Inisiatif pemerintah ini, yang diyakini sebagai yang pertama di dunia, bertujuan untuk menghidupkan kembali kampanye vaksinasi COVID-19, di tengah memudarnya minat publik dan meningkatnya skeptisisme.
Sejauh ini, sekitar 22 persen dari tujuh juta penduduk Serbia telah diberi dua suntikan, jauh lebih tinggi dari 9 persen penduduk di Uni Eropa. Tak heran, Presiden Vucic berharap Serbia sudah memvaksinasi 55 persen penduduknya dengan satu dosis vaksin pada akhir Mei.
Untuk mendukung kampanye vaksinasi ini, Serbia telah membeli jutaan dosis vaksin COVID-19 dari berbagai produsen, termasuk Sputnik V Rusia dan Sinopharm China, yang belum mendapat izin penggunaan.