Gawat, Stasiun TV Iran Ini Tayangkan Video Pasukan Garda Revolusi Ledakkan Gedung Capitol Amerika
RIAU24.COM - TEHERAN - Iran terus menunjukkan ambisinya menghancurkan Amerika Serikat. Ancaman dan provokasi terus diluncurkan kepada seteru beratnya tersebut. Yang terbaru adalah disiarkannya video rekaya penghancuran Gedung Capitol Amerika Serikat (AS), gedung yang jadi kantor Parlemen Amerika.
Video palsu itu disiarkan oleh stasiun televisi Iran yang dikendalikan negara. Dalam vudeo itu digambarkan pasukan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) meledakkan Gedung Capitol.
Video tersebut ditayangkan pada hari Minggu sebelum Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memberikan pidato yang memuji unit elite militer Iran tersebut.
"Amerika telah bertahun-tahun sangat sedih dengan pengaruh Republik Islam, dan mereka marah kepada Jenderal Soleimani karena alasan ini dan menjadikannya martir karena alasan ini," kata Khamenei.
Jenderal Qassem Soleimani adalah komandan Pasukan Quds—pasukan elite IRGC—yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad selama pemerintahan Trump pada 3 Januari 2020.
Berita tentang video propaganda itu muncul di tengah negosiasi yang sedang berlangsung oleh lima negara penandatangan pakta nuklir Iran 2016—China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris—untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran.
Senator AS Pat Toomey pun langsung mengomentari munculnya video tersebut. “Minggu lalu, kepala diplomat Iran diduga mengakui IRGC melakukan penembakan di Teheran,” tulis Toomey di Twitter, merujuk pada bocoran rekaman audio Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif yang sejak awal mengakui bahwa IRGC menembak jatuh pesawat sipil Ukraina di wilayah udara Teheran.
“Sekarang, Iran merilis video palsu [Korps Garda Revolusi Islam] yang meledakkan Capitol kita. Prioritas administrasi Biden harus memastikan Iran tidak dapat melakukan serangan seperti itu, tidak menyerah dengan menghapus sanksi," lanjut Toomey, seperti dikutip Sindonews dari New York Post, Kamis (5/6/2021).
Seperti diketahui, pemerintahan Joe Biden telah menerima kritik karena mempertimbangkan untuk mencabut sanksi terhadap Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Sebelumnya, AS—di bawah Presiden Donald Trump pada 2018—menarik diri dari kesepakatan nuklir era Barack Obama, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama atau JCPOA 2015.
Di bawah kesepakatan itu, Iran menerima manfaat ekonomi sebagai imbalan untuk mengekang program nuklirnya. Sejak penarikan AS dari kesepakatan itu, Iran telah mulai memperkaya uranium pada tingkat yang lebih tinggi.****