Tak Sanggup Taklukkan Aceh, Belanda Sebut Aceh 'Bangsa Maut'
RIAU24.COM - Jendral Gerardus Petrus Booms adalah seorang pemimpin militer, penulis dan politikus Belanda.
Dia adalah orang yang menyebut Aceh sebagai 'Bangsa Maut'. Ini lantaran selama tiga abad sejarah kolonial, Aceh adalah wilayah yang memberikan Belanda pukulan paling keras.
zxc1
Dia mengecam kegagalan Belanda karena anggap remeh kekuatan Aceh. Kekecewaan itu ia sampaikan lewat sebuah tulisan:
“Telah diperkirakan suatu kemenangan yang akan diperoleh dengan mudah. Akan tetapi, pengalaman bertahun-tahun lamanya memberikan petunjuk, bahwa yang dihadapi itu adalah musuh dalam jumlah besar yang sangat gesit, suatu bangsa yang tidak gentar menghadapi maut, yang menganggap ia tidak dapat dikalahkan," tulisnya.
"Pengalaman itu memberi pelajaran, bahwa kita tidak dapat mengahadapi seorang Sultan, yang kesultanannya akan berubah dengan jatuhnya kraton, akan tetapi kita menghadapi rakyat yang menentukan harta benda negara, memilki tenaga-tenaga moril, seperti cinta tanah air," imbuhnya dalam tulisan itu.
zxc2
Pada tahun 1873 Belanda mengeluarkan pernyataan resmi perang dan menyerbu Aceh.
Namun, mereka merasa sangat sulit mengambil kendali atas tanah Aceh. Bahkan, perang Aceh tercatat sebagai perang terpanjang yang dilakukan oleh Belanda, karena wilayah kolonialnya tak kunjung menyerah.
Seorang penulis asal Belanda, H.C. Zentgraaff, dalam bukunya berjudul Atjeh, pernah menulis:
“Yang sebenarnya ialah bahwa orang-orang Aceh, baik pria maupun wanita, pada umumnya telah berjuang dengan gigih sekali untuk sesuatu yang mereka pandang sebagai kepentingan nasional atau agama mereka. Di antara pejuang-pejuang itu terdapat banyak sekali pria dan wanita yang menjadi kebanggaan setiap bangsa; mereka itu tidak kalah gagahnya daripada tokoh-tokoh perang terkenal kita”.
Penulis asal Belanda lainnya, A.Doup, dalam bukunya yang berjudul Gedenkboek van het Korps Marechaussee juga menulis:
“Kepahlawanan orang Aceh dalam mempertahankan kemerdekaan dan bumi persadanya, seperti yang diperagakannya selama perang Belanda di Aceh menimbulkan rasa hormat pada pihak marsose."
"Kekagumannya akan keberanian, kerelaan gugur di medan juang, pengorbanannya dan daya tahannya yang tinggi. Orang Aceh tidak habis-habis akalnya dalam menciptakan dan melaksanakan siasat perang yang murni asli, sementara daya pengamatannya sangat tajam."
"Ia mengamat-amati dengan cermat setiap gerak-gerik pemimpin brigade, dan ia tahu benar pemimpin-pemimpin brigade mana yang melakukan patroli dengan ceroboh serta mana pula yang selalu siap siaga dan berbaris secara teratur).”