Hitobashira, Legenda Pilar Manusia yang Dikorbankan Hidup-hidup dalam Proyek Konstribusi
Dilansir dari All About Japan, setiap bulan April (bulan Oshizu dikorbankan) parit kastil akan dibanjiri hujan dan penduduk menyebutknya sebagai “air mata kesedihan Oshizu”. Sehingga didirikanlah sebuah makan untuk menenangkan jiwa Oshizu yang marah.
Sejak kejadian itu, Kastil Maruokapun berdiri dengan kokoh. Kastil ini lolos dari kehancurah pada akhir periode Edo, selamat dari Perang Dunia II, namun rusak pada saat Gempa Fukui melanda Jepang tahun 1948.
Hitobashira dimulai saat Jepang berada di bawah kekuasaan Kaisar Nintoku sekitar tahun 323 masehi. Pada tahun kesebelas pemerintahan Kaisar Nintoku, Sungai Kitakawa dan Mamuta meluap mengakibatkan banjir ke pemukiman warga. Kaisar mengambil tindakan dengan membuat dua tanggul yang dinamakan tanggul mamuta.
Namun, tanggul tersebut terus-menerus runtuh. Noritake Tsuda dalam buku Human Sacrifices in Japan (1918) menyebutkan Kaisar bermimpi bahwa ada seseorang bernama Kowakubi di provinsi Musahi dan Koromonoko di provinsi Kawachi yang harus dikorbankan pada kedua dewa sungai agar tanggul tersebut berhasil dibangun.
Kaisar memerintahkan penangkapan Kowakubi dan Koromonoko. Kowakubi yang hanya pasrah dan menangis kemudian dikorbankan dengan cara dibuang ke aliran sungai Kitakawa.
Namun Koromonoko lebih cerdas, ia membawa dua buah labu dan melemparkannya ke sungai sesaat sebelum ia dikorbankan. Koromonoko kemudian mengatakan jika dewa tersebut memang sungguhan, maka dewa harus menenggelamkan labu tersebut. Namun labu tidak tenggelam dan hanya mengapung mengikuti aliran sungai, jadilah Koromonoko tidak jadi dikorbankan.