Filosofis Ki Hajar Dewantara Dalam Pandangan Islam
RIAU24.COM - Salah satu dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) tentang pendidikan adalah anak bukan Tabularasa. Pada dasar pemikiran ini, KHD mengibaratkan “Anak bukan kertas kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa”. Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar. (KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan).
Menurut KHD, setiap anak yang lahir sudah membawa kodratnya yaitu watak bawaan yang diturunkan dari kedua orang tuanya, namun masih dalam keadaan samar (belum tampak/belum muncul).
KHD menambahkan bahwa dengan pendidikan yang menuntun akan memfasilitasi/membantu anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia seutuhnya. (KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan), untuk mencapai tujuan pendidikan sejati yaitu memerdekakan manusia. Manusia yang merdeka menurut KHD adalah orang yang selamat raganya dan bahagia jiwanya.
Bagaimana pandangan Islam terhadap filosofis Anak Bukan Tabularasa Ki Hajar Dewantara?
Bukankah dalam Islam ada penggalan hadits yang yang menyatakan bahwa setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah/suci?
Dalam islam memang ada penggalan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
Artinya : “Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya.”
Dari penggalan hadits banyak yang mengibaratkan bahwa kata “fitrah” yang berarti suci dengan lembaran kertas putih tanpa goresan. Ada kemiripan istilah kertas putih yang digunakan untuk menerangkan maksud hadits ini dengan filosofis tabularasa KHD sehingga banyak yang salah memahami dengan pemahaman bahwa yang dimaksud suci bagaikan kertas putih tanpa goresan dalam hadits ini adalah bahwa setiap anak yang terlahir itu suci dari segala sesuatu, bukan hanya dosa namun juga tidak membawa watak bawaan.
Kalau diibaratkan, anak yang baru lahir ini menurut mereka seperti perangkat komputer baru yang belum diinstal/dipasang program, aplikasi apapun di dalamnya. Pemahaman seperti ini jelas keliru.
Menurut Lestariyanti, Elina (2021) “Setiap anak dilahirkan masih fitrah. Jika diibaratkan dengan kertas, manusia terlahir seperti kertas putih, tanpa goresan tinta, tanpa cacat, bebas dari dosa. Meskipun orangtua yang melahirkannya mungkin telah berbuat dosa” dalam bukunya yang berjudul Sekolah Tak Berdinding.
Jadi maksud suci ibarat kertas putih dalam hadits ini adalah suci dari dosa bukan putih tidak membawa watak bawaan lahir, walaupun mungkin kedua orang tuanya telah banyak melakukan dosa. Karena Islam tidak mengenal adanya dosa turunan yang diturunkan oleh orang tuanya atau umat-umat sebelumnya.
Kita perlu lebih pahami bahwa filosofis KHD tabularasa yang mengibarat anak sebagai kertas putih yang sudah ditulis dengan tinta buram itu adalah istilah yang menggambarkan bahwa setiap anak sudah dibekali watak bawaan yang diturunkan dari orang tuanya, dengan pendidikan diharapkan membuat watak yang timbul menjadi tulisan tebal adalah watak yang baik-baik saja (budi pekerti luhur). Istilah ini tidak bertentangan dengan hadits manapun di dalam Islam. Bahkan pemikiran KHD ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al Quran surah Al Ma'arij ayat 19 yang berbunyi:
اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ
Artinya : “Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh kesah lagi kikir”.
Mengutip tafsir Ismail bin Umar Al Quraisy bin Katsir atau lebih kita kenal dengan Ibnu Katsir Hafizhahullah, beliau menjelaskan tentang ayat ini bahwa “Allah SWT menceritakan perihal manusia dan watak-watak buruk yang telah menjadi pembawaannya’. Jadi dalam ayat ini dijelaskan bahwa manusia sudah membawa watak-watak tertentu mulai dari penciptaannya.
Berdasarkan ayat tersebut, dapat kita pahami bahwa sebenarnya pemikiran-pemikiran KHD sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam, walaupun selama ini kita lebih mengenal beliau sebagai seorang pakar pendidikan yang menimbah ilmu justru dari sekolah-sekolah kolonial Belanda, bukan menimbah ilmu di negara-negara Arab yang kental dengan ajaran Islam.
Pandangan Islam tentang tujuan pendidikan menurut KHD
Sebelumnya sudah kita singgung tentang tujuan pendidikan menurut KHD yaitu memerdekakan manusia yang selamat raganya, bahagia jiwanya. Sedikit kita menoleh kebelakang tentang tercetusnya tujuan pendidikan ini oleh KHD. Tujuan pendidikan ini dicetuskan KHD pada saat bangsa Indonesia masih dijajah oleh Belanda. KHD prihatin melihat nasib anak bangsa (pribumi) yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Belanda yang mengalami berbagai diskriminasi yang membuat raganya tersiksa, jiwanya menderita.
Tujuan pendidikan ini sangat relevan dengan kehidupan pribumi pada saat itu, tidak muluk-muluk, KHD dan semua pribumi menginginkan kemerdekaan menentukan nasib sendiri sesuai sebagai kodrat manusia adalah makhluk tuhan yang merdeka.
Tapi, kita tidak bisa mengatakan bahwa tujuan pendidikan KHD ini menjadi tidak relevan untuk masa sekarang karena kita sudah merdeka. Coba pikir lagi, sebenarnya apa yang kita cari dalam kehidupan ini? bukankah keselamatan dan kebahagiaan? Bahkan kalau ingin selamat di akhirat-pun kita harus selamat dulu di dunia. Bagaimana mungkin orang yang di dunia amal baiknya amburadul, hidup jauh dari ajaran agama bisa selamat dan bahagia di akhirat?
Jadi, sebenarnya tujuan pendidikan KHD ini bisa diterima oleh berbagai macam aliran ilmu baik, filsafat, sosial, maupun agama.
Sebagai salah satu contoh, dalam Islam kita diajarkan untuk mengamalkan doa keselamatan, kebaikan dunia dan akhirat yang berbunyi:
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya : "Tuhan kami, berikan kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Lindungilah kami dari siksa neraka."
Doa ini berdasarkan hadits Dari Anas, ia berkata, 'Kebanyakan doa yang dibaca Rasulullah SAW adalah 'Allāhumma, ātinā fiddunyaa hasanah, wa fil akhirati hasanah, waqinaa 'adzaabannaar." (HR Bukhari dan Muslim).
Selain dari hadis, doa sapu jagat merupakan kutipan ayat yang diambil dari kitab suci Alquran, berikut ini:
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: Dan di antara mereka ada yang berdoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka." (QS. Al-Baqarah Ayat 201).
Doa lain dalam islam yang memohon keselamatan dan kebahagiaan juga diajarkan lewat doa yang berbunyi :
اَللّٰهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلَامَةً فِى الدِّيْنِ، وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةَ قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ، اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِيْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَعِنْدَ الْحِسَابِ
Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya kami meminta kepada engkau akan keselamatan pada agama, afiyah pada jasad, pertambahan pada ilmu, keberkahan pada rezeki, taubat sebelum kematian, rahmat ketika mati, dan ampunan setelah kematian".
Jadi tujuan pendidikan KHD jika ditinjau dari ajaran agama Islam merupakan satu hal yang sejalan dengan ajaran agama islam, yaitu mencari keselamatan dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Benang merah yang dapat kita tarik dari Filosofis KHD tentang pemikiran Bukan Tabularasa dan Tujuan pendidikan menurut pandangan Islam merupakan dua hal yang seiring sejalan tidak mengandung unsur pertentangan sedikitpun.
“Setiap rumah adalah sekolah, setiap orang adalah guru” (KHD, 1936, Dasar-Dasar Pendidikan) untuk itu marilah bersama kita ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, karena pendidikan bukan semata-mata di sekolah, bukan semata-mata tanggung jawab guru saja. Kita sebagai orang tua, individu atau kelompok masyarakat dari komponen manapun dengan latar belakang pekerjaan apapun sejatinya memiliki tanggung jawab yang sama untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Menurut KHD semua makhluk hidup di alam semesta ini saling terhubung menurut peran dan fungsi pendidikan. KHD menyatakan ada 3 peran penting pendidikan bagi manusia. Pertama, memajukan dan menjaga diri. Kedua, memelihara dan menjaga bangsa. Ketiga, memelihara dan menjaga dunia. Jika diri kita maju dan terjaga secara sikap dan tindakan, maka akan tercipta masyarakat yang maju. Jika masyarakat maju, maka negara juga akan ikut maju.
Selanjutnya jika bangsa maju, maka yang akan merasakan kebaikannya adalah makhluk di seluruh dunia. Untuk itu marilah sama-sama kita bergerak memajukan pendidikan bangsa sesuai dengan filosofi Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Guru Bergerak, Indonesia Maju.
Salam dan Bahagia untuk kita semua.
Oleh : Alexssander, S. Pd, Gr; Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Siak/Guru SMP Negeri 3 Tualang