'Kami Tidak Akan Pernah Lupa': 20 Tahun Setelah Bom Bali
Bom Bali 2002 dengan mayat ditutupi oleh lembaran putih di depan" src="https://www.aljazeera.com/wp-content/uploads/2022/10/Scene-of-destruction-at-Bali-bombings.jpg?w=770&resize=770%2C578" />
Mobil Sardjono (kiri) hancur dalam pemboman di Kuta pada tahun 2002 [Courtesy of Hayati Eka Laksmi]
Mobil itu telah hancur total dan perusahaan persewaan curiga bahwa Sardjono, saudaranya, dan dua teman mereka semuanya telah terbunuh.
"Anak-anakku hanya bilang, 'Ada apa Ma? Ada apa?'" Laksmi, yang sekarang berusia 52 tahun, mengatakan kepada Al Jazeera. "Saya tidak tahu harus berkata apa."
Laksmi dilarikan ke rumah sakit setempat di Denpasar, yang dibanjiri korban dan penyintas dari serangan itu, yang terburuk dalam sejarah Indonesia. Lebih dari 200 orang telah tewas dan jumlah yang sama terluka.
Korban tewas termasuk warga dari lebih dari 20 negara, termasuk 88 warga Australia dan 38 orang Indonesia. Karena tidak dapat menemukan jenazah Sardjono di salah satu rumah sakit, Laksmi pergi ke Klub Sari, berharap menemukan sesuatu yang akan menunjukkan suaminya ada di sana. Di tanah, di antara puing-puing, dia menemukan salah satu sepatunya.