Masyarakat Menggala Sakti Berkecamuk, Oknum Pengurus Kelompok Tani Jual 700 Hektar Lahan Tanpa Sepengetahuan Anggota, 1 Warga Ditahan Polisi
RIAU24.COM - Ratusan anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, Desa Menggala Sakti, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), meminta perhatian pemerintah dan penegak hukum mengenai sengketa lahan milik mereka yang saat ini terus memanas.
Dimana lahan kelompok tani seluas 700 hektar itu terancam dijual sepihak oleh pengurus dan tanpa musyawarah dengan anggota. Mereka menolak seluruh poin kesepakatan damai antara pengurus dengan pemodal asal Medan, Sunggul Tampubolon. Anggota hanya menerima salinan surat perdamaian tersebut.
Kesepakatan itu tercantum dalam surat perdamaian antara pihak Khoironi S selaku Ketua Kelompok Tani Menggala Jaya dengan Sunggul Tampubolon, warga Medan, Sumatera Utara. Surat itu bertanggal 2 September 2022.
Diketahui, surat perdamaian itu dibuat untuk mengakhiri sengketa lahan yang juga melibatkan bapak angkat kelompok tani sebelumnya.
Koordinator anggota Kelompok Tani Menggala Jaya, Lahidir mempertanyakan itikad baik pengurus. Pasalnya, pengurus sama sekali tak melibatkan anggota kelompok tani dalam membuat surat perdamaian tersebut.
"Secara legalitas harusnya pengurus mendudukkan masalah ini dengan anggota," kata Lahidir didampingi puluhan anggota kelompok tani yang hadir, Sabtu (26/11/2022), di Desa Menggala Sakti, Rohil.
Salah satu poin kesepakatan itu berbunyi, pihak Khoironi menyetujui lahan milik kelompok tani menjadi milik Sunggul Tampubolon seluas 500 hektar dari total 700 hektar.
Lalu pada poin berikutnya kedua belah pihak menyetujui ganti rugi lahan seluas Rp700 hektar dijual seharga Rp10 miliar. Hasil penjualan akan dibagi dua masing-masing pihak menerima Rp5 miliar.
Sampai saat ini, kata Lahidir, anggota kelompok tani tak tahu apa yang mendorong pengurus dan Sunggul Tampubolon membuat kesepakatan tersebut. Termasuk klaim lahan 500 hektar jadi milik Tampubolon.
"Kalau Sunggul Tampubolon klaim 500 hektar lahan milik dia, nanti kita sama-sama buktikan di pengadilan," tambah Lahidir.
Dia menceritakan, belum lama ini dirinya bertemu dengan kuasa hukum pengurus Kelompok Tani Menggala Jaya, Eduard Manihuruk di Bagan Batu. Kuasa hukum itu lantas memberitahukan bahwa lahan kelompok tani akan dijual.
Ternyata, pihak pengurus sudah membentuk kepengurusan baru tanpa pemberitahuan kepada 350 anggota kelompok tani. Dalam notaris tersebut banyak anggota lama yang tak dimasukkan.
"Lalu dia menyodorkan akta notaris pengurus baru. Ada anggota kelompok tani sebelumnya tak tercantum di akta itu," kata dia.
Tak lama setelah itu, Lahidir menjenguk kebun dan melihat sawit yang ia tanam sudah dirusak alat berat yang sedang bekerja meratakan tanah di areal lahan itu.
Anggota kelompok tani yang tak terima kebun mereka dirusak, mencoba menghentikan paksa alat berat hingga terjadi kontak fisik sesama anggota kelompok tani.
Satu warga yang diduga terlibat pengeroyokan dalam aksi tersebut ditahan oleh aparat dari Polres Rokan Hilir. Masyarakat mendesak polisi membebaskan warga yang ditahan karena ia mempertahankan tanahnya yang diserobot.
"Kami minta aparat kepolisian bijaksana dan transparan dalam menangani perkara pengeroyokan yang terjadi di lahan kelompok tani karena kami berupaya mempertahankan lahan milik kami," ujarnya.
Hal senada disampaikan anggota kelompok tani lainnya, Anwar Nain. Sambil menunjukkan surat-surat penting, dia menceritakan Kelompok Tani Menggala Jaya didirikan pada 1996. Anwar masih memegang lengkap kuitansi pembayaran administrasi sebagai syarat jadi anggota kelompok tani.
Dia juga memiliki salinan hasil rapat pengurus Kelompok Tani Menggala Jaya tahun 1996. Menurutnya, pengurus sudah melenceng dari tujuan utama pendirian kelompok tani tersebut. Masyarakat ingin lahan itu dikelola dengan sistem bapak angkat dan anggota menerima hasil tiap bulannya.
"Pemda mengamanahkan pengurus untuk menggarap lahan itu jadi perkebunan sawit, tapi pengurus sibuk mau menjual tanah ini. Terakhir surat perdamaian ini sampai ke masyarakat. Mandat dari siapa ini?" ucapnya.
Oleh sebab itu, pada Selasa (29/11/2022) pekan depan, anggota Kelompok Tani akan menggelar unjuk rasa menyampaikan pernyataan sikap. Adapun tuntutan mereka yaitu menolak seluruh poin kesepakatan damai pengurus dengan Sunggul Tampubolon.
Lalu mendesak pihak berwenang menindak oknum tak bertanggung jawab yang menjual lahan kelompok tani. Serta, meminta Polres Rohil bijaksana menangani kasus dugaan pengeroyokan tersebut.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Menggala Jaya Khoironi S membenarkan bahwa pihaknya tidak melibatkan Lahidir dkk dalam pembuatan surat kesepakatan damai tersebut. Alasannya, mereka bukan anggota kelompok tani.
Khoironi juga tak mengakui Anwar Nain sebagai anggota kelompok tani serta membantah kuitansi dan dokumen keanggotaan tahun 1996 yang dimiliki Anwar Nain. Dalam notaris yang dimilikinya tidak ada nama Anwar Nain.
"Memang nama mereka tidak masuk, apa dimasukkan semua orang se-Indonesia ini, gitu?" katanya.
Dia juga siap untuk berhadap-hadapan menunjukkan dokumen dan notaris bukti keanggotaan kelompok tani.
"Kalau dia (Anwar Nain) masuk anggota tunjukkan bukti kuitansinya. Diperiksa dulu," katanya saat dihubungi, Minggu (27/11/2022).
"Setahu saya, kami belum ada merombak nama-nama anggota, tetap mengacu yang lama. 350 (anggota)," sambungnya.
Disinggung soal aksi yang akan dilakukan oleh kelompok tani pada pekan depan, Khoironi mempersilakan.
"Itu terserah mereka, tapi kalau mereka demo itu ada yang bertanggung jawab. Silakan saja, mau demo atau apa silakan saja. Kemauan orang tak bisa kita tahan-tahan," kata dia.
Dia menyatakan pihaknya akan mengambil sikap untuk menanggapi tuntutan masyarakat yang mengaku kelompok tani tersebut.
"Kalau yang tidak masuk anggota berbuat kayak begitu, kami akan buat tindakan juga gitu loh," ucapnya.