Joe Biden Kirim Tambahan Bantuan Senjata Senilai Rp7,49 T untuk Ukraina
RIAU24.COM - Amerika Serikat pada Selasa (27/6) mengumumkan tambahan bantuan senilai US$500 juta atau sekitar Rp7,49 triliun (US$1=Rp14,989.75) untuk Ukraina sebagai bentuk dukungan serangan balasan ke Rusia.
Paket bantuan tersebut termasuk kendaraan lapis baja, amunisi presisi, dan peralatan pembersih ranjau.
Sedangkan persenjataan termasuk 30 kendaraan tempur Bradley dan 25 pengangkut personel Stryker.
Selain itu, AS juga akan memberikan lebih banyak roket untuk pertahanan udara Patriot dan sistem serangan presisi Himars; senjata kecil dan lebih dari 22 juta peluru senjata kecil dan granat.
"Paket itu mencakup kemampuan utama untuk mendukung operasi counteroffensive Ukraina, memperkuat pertahanan udaranya untuk membantu Ukraina melindungi rakyatnya,"
"Dan peralatan lain untuk membantu Ukraina mendorong kembali perang agresi Rusia," kata Pentagon seperti diberitakan AFP.
Persenjataan itu disebut bisa mendukung militer Ukraina untuk menerobos garis depan selatan negara itu dengan harapan mengusir pasukan Rusia yang berada di sana.
Paket dukungan AS kepada Ukraina itu diumumkan beberapa hari setelah Rusia mengalami pemberontakan dari tentara bayaran mereka, Wagner Group.
Pemberontakan 24 jam di Rusia berakhir dengan kesepakatan yang ditengahi Belarus saat pejuang Wagner mendekati Moskow, dengan Kremlin mengatakan Prigozhin telah setuju pergi ke pengasingan di Belarus.
Sebelum AS mengumumkan tambahan bantuan, Presiden Rusia Vladimir Putin buka suara memastikan pertempuran dengan Ukraina tak terdampak pemberontakan yang dipimpin kroni lamanya, Yevgeny Prigozhin.
"Kami tidak harus mengambil unit tempur dari zona operasi militer khusus," kata Putin, seraya menambahkan bahwa "semua formasi militer terus melakukan pertempuran heroik di garis depan."
Di sisi lain, Rusia mulai mengambil alih senjata hingga perangkat keras militer berat milik Wagner Group setelah pasukan tentara swasta itu melancarkan pemberontakan pada akhir pekan lalu.
Penyitaan senjata ini dilakukan Moskow demi mengambil kendali atas Wagner Group dan menghindari insiden pemberontakan serupa terjadi.
(***)