Wolbachia, Inovasi Baru Cegah Kematian Akibat DBD, Apakah Efektif?
RIAU24.COM - Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi penyakit endemik di Indonesia selama beberapa dekade terakhir.
Inovasi Wolbachia menjadi harapan baru untuk menghalau penyakit yang bisa menyebabkan kematian tersebut.
Namun, apakah inovasi ini akan efektif untuk mencegah kematian akibat DBD?
Pada awal Januari silam, setelah mengalami demam tinggi berhari-hari, seorang bocah laki-laki berusia 10 tahun dilarikan ke suatu rumah sakit di Yogyakarta, sekitar dua jam perjalanan dari rumahnya di Semanu, Gunungkidul.
Ketika menjalani perawatan di rumah sakit, bocah itu mengalami apa yang disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS), badannya demam tinggi.
“Kondisinya sudah syok, sehingga si adik tidak bisa tertolong,” ujar Yuyun Ika Pratiwi, pejabat Dinas Kesehatan Gunungkidul kepada Furqon Ulya Himawan, wartawan di Yogyakarta yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Jumat (11/08).
Hingga Juli 2023, terdapat 22.888 kasus DBD di Daerah Istimewa Yogyakarta, 129 di antaranya meninggal dunia, dalam delapan tahun terakhir sejak 2005.
Penyakit ini sempat mewabah di provinsi itu pada 2016, dengan angka tertinggi di Kota Yogyakarta sebanyak 1.702 kasus, 13 orang di antaranya meninggal dunia.
Wabah DBD yang terjadi kala itu adalah yang terparah dalam delapan tahun terakhir.
Inovasi Wolbachia
Tingginya kasus DBD di Yogyakarta pada 2016, menjadikan kota itu sebagai kota percontohan penerapan inovasi Wolbachia untuk mengendalikan kasus DBD.
Wolbachia adalah bakteri yang dapat tumbuh di tubuh serangga, termasuk nyamuk Aedes aegypti.
Wolbachia adalah inovasi yang dianggap mampu melumpuhkan virus dengue dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, sehingga nyamuk itu tak bisa menularkan virus itu ke tubuh manusia.
Inovasi ini merupakan hasil penelitian kerja sama antara Monash University di Australia dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Penelitian terkait Wolbachia sudah dimulai sejak 2011, dan lokasi uji coba pertama di dunia dilakukan di Queensland, Australia.
Eggi Arguni, peneliti laboratorium bidang diagnostik Wolbachia di World Mosquito Program (MWP) Yogyakarta menjelaskan bagaimana inovasi ini dilakukan.
(***)