Peneliti Ciptakan Darah Golongan 'Universal' di Lab, Bagaimana Hasilnya?
RIAU24.COM - Tim peneliti mencoba membuat darah golongan 'universal' di lab untuk mengatasi masalah kurangnya darah dalam proses transfusi. Walaupun pada saat ini orang dengan golongan darah O sudah menjadi donor 'universal', golongan darah ini tidak selalu tersedia dalam jumlah yang cukup.
Dalam studi terbaru yang diterbitkan di Jurnal Nature Microbiology pada 29 April 2024, tim peneliti mengidentifikasi rangkaian panjang molekul gula yang membuat donor darah dari satu golongan darah, misalnya A, tidak cocok dengan penerima yang memiliki tipe darah lain. Kemudian, mereka menggunakan campuran enzim bakteri usus untuk menghilangkan ekstensi gula panjang dari sel darah merah sel darah merah.
"Daripada melakukan pekerjaan itu sendiri dan mensintesis enzim buatan, kami malah mengajukan pertanyaan. Apa yang tampak seperti permukaan sel darah merah? Lendir di usus seperti itu," kata Dr Martin Olsson, profesor hematologi dan kedokteran transfusi di Universitas Lund Swedia dikutip dari Live Science, Minggu (12/5/2024).
"Jadi, kami hanya meminjam enzim dari bakteri yang biasanya memetabolisme lendir dan kemudian 'memasangkannya' ke sel darah merah," sambungnya.
Menerima jenis transfusi darah yang salah dapat menyebabkan reaksi kekebalan yang fatal. Ini terjadi karena sistem kekebalan tubuh akan mengenali dan melancarkan serangan terhadap molekul gula asing atau antigen yang menonjol dari sel darah merah.
Antigen A pada golongan darah A tidak dapat bercampur dengan antigen B pada golongan darah B. Golongan darah O, golongan darah donor universal tidak memiliki antigen ini sehingga dapat ditransfusikan ke orang dengan golongan darah apa pun.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mencoba menggunakan enzim untuk memotong antigen pada golongan darah A dan B. Setelah sel darah merah dibersihkan dari antigen yang ada, baik golongan darah A dan B secara molekuler seperti golongan darah O.
Namun, ketika darah yang diolah ini dicampur dengan plasma golongan darah O, plasma darah tersebut bereaksi positif yang menandakan adanya ketidakcocokan.
"Tidak ada A dan B yang tersisa. Bagaimana bisa keduanya tidak kompatibel padahal menurut semua buku, seharusnya kompatibel?" ujar Olsson.
Setelah menelusuri lebih lanjut, peneliti menemukan bahwa tipe A dan B yang sudah tidak mengandung antigen ini masih menyimpan rantai panjang molekul gula atau ekstensi. Hal tersebut yang menurut Olsson menyebabkan adanya ketidakcocokan.
Dalam penelitian terbaru itu, Olsson akhirnya juga menghilangkan ekstensi tersebut dengan menggunakan campuran enzim dari Akkermansia muciniphila, sejenis bakteri di usus manusia yang memecah rantai gula panjang di lendir yang melapisi usus. Harapannya darah yang diteliti lebih kompatibel dengan golongan darah O.
Lantas bagaimana hasilnya? Ketika peneliti hanya menghilangkan antigen asli dari golongan tipe B dan diperiksa di laboratorium dengan plasma tipe O, sekitar 80 persen plasma donor B kompatibel dengan plasma tipe O. Sedangkan ketika ekstensi dihapus, tingkat kompatibelnya meningkat sekitar 91 sampai 96 persen.
Walaupun begitu, untuk golongan darah A dari yang sebelumnya hanya 20 persen tidak menunjukkan reaksi, kemudian meningkat hingga 50 persen setelah ekstensi dihapus.
Tim peneliti menyebutkan bahwa golongan darah tipe A secara biokimia lebih rumit bila dibandingkan dengan golongan darah B. Diperlukan revisi campuran enzim terbaru untuk menemukan cara menemukan golongan darah 'universal'.
Walaupun perjalanan penelitian masih panjang, tim peneliti mengatakan ini sudah menjadi 'langkah pertama' yang baik. Ia berharap suatu saat nanti metode ini bisa digunakan dalam transfusi darah sebenarnya.
"Perburuan enzim ajaib atau campuran enzim ajaib telah dilakukan, dan ini sudah sangat dekat. Sekarang kita harus membuktikan bahwa ini aman dan sel darah merah dapat bertahan dalam sirkulasi secara normal," kata Dr Steven Spitalnik, salah satu direktur Laboratorium Biologi Transfusi di Universitas Columbia. ***